tag:blogger.com,1999:blog-4241429409614512452024-03-19T02:29:52.841-07:00Akustik - Arsitektur - Noise ControlImplementasi ilmu Akustik pada bidang Arsitektur, Interior Design, Lingkungan dan Industri, terutama ditujukan untuk menciptakan lingkungan akustik yang baik dan mengurangi pengaruh negatif dari bising (noise) bagi manusia.
=@ Do not trust your ear, trust your knowledge.. @=Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-60821636839904293572008-08-24T04:11:00.000-07:002008-09-05T08:55:09.485-07:00'Ngelawang' Usang di Tengah Nurani Gersang<a href="http://rpc.technorati.com/rpc/ping"><code></code></a><br />Tulisan di <a href="http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=7&id=3815">Balipost</a><br /><br /><div style="text-align: center;"><a href="http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=7&id=3815"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">'Ngelawang' Usang di Tengah Nurani Gersang</span></a><br /></div><br />KETIKA tradisi ngelawang masih bergulir harmonis, betapa terkesan tenteram dan damainya Bali. Perayaan Galungan dan Kuningan yang dimaknai sebagai hari kemenangan dharma atas adharma, rasanya kurang afdol tanpa dimeriahkan oleh sajian pentas ngelawang. Gairah berkesenian dan perhatian terhadap jagat seni itu mengesankan betapa sejuknya hati sanubari masyarakatnya. Apakah kini dengan tergerusnya ngelawang akan menjerumuskan masyarakat Bali pada kegersangan nurani?<br /><br />Ada yang menafsirkan filosofi ngelawang sebagai ruwatan bumi demi terawatnya kemanusiaan. Tradisi pentas seni nomaden ini diduga berakar pada psiko-religi dari sebuah mitologi Hindu, Siwa Tatwa. Alkisah, ketika Dewa Siwa dan Dewi Uma bercinta tidak pada tempat dan waktunya, harmoni terguncang. Bumi gonjang-ganjing. Akibatnya adalah kesengsaraan bagi umat manusia dan makhluk hidup yang lainnya. Sadar akan kekhilapannya itu, Dewa Siwa mengutus para dewa untuk menenangkan dan menemteramkan kembali seisi alam. Setiba di bumi, para dewa itu menciptakan dan mementaskan beragam bentuk kesenian. Lewat pergelaran seni itu seisi jagat kembali damai.<br /><br />Persembahan ngelawang pada Galungan juga disangga konsepsi alam pikiran menolak bala yang berangkat dari legenda kemenangan kebajikan melawan kezaliman. Konon, dulu di Bali berkuasa seorang raja zalim bernama Mayadanawa. Raja berwujud raksasa ini dengan sewenang-wenang melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Turunlah kemudian Dewa Indra dari kahyangan untuk memerangi Mayadanawa. Melalui pertempuran yang dahsyat, Dewa Indra berhasil membinasakan Mayadanawa. Sejak itu rakyat Bali kembali tenteram yang kemudian mensyukurinya sebagai hari Galungan. Seni pentas ngelawang dalam konteks ini dimaknai untuk menjaga kesucian jagat dan melindungi manusia dari gangguan roh-roh jahat.<br /><br />Akar mitologi dan sanggaan legenda yang mengusung keberadaan ngelawang itu kini, setidaknya sejak 15 tahun terakhir, rupanya mulai rapuh. Padahal dalam konteks berkesenian, tradisi ngelawang adalah wahana pelestarian dan pengembangan nilai-nilai estetis nan alamiah. Dan interaksi yang terjadi dalam ngelawang adalah hasrat sukmawi masyarakat dalam arti luas untuk berkomunikasi, menjalin solidaritas, merajut ketenteraman hidup bersama.<br /><br /><br />Didera Kegamanagan<br />Ngelawang kini kian menepi. Fenomena kehidupan transformatif ini tak bisa dipungkiri memang membawa konsekuensi multidimensional dalam berbagai aspek. Atmosfir masyarakat agraris tradisional dengan kekentalan psiko-religiusnya mungkin memang kontekstual dengan persemaian yang kondusif bagi eksisnya tradisi ngelawang pada masa lalu.<br /><br />Sementara kini di tengah dinamika dan konfrontasi nilai-nilai, pola pikir rasional dan pola laku pragmatis-sekuler, membumbung naik daun. Dalam konteks industri global pariwisata Bali misalnya, komersialisasi dan sikap permisif cenderung dijunjung-junjung. Komunalitas pentas ngelawang kalah.<br /><br />Pamor tradisi ngelawang dalam esensi seni dan terutama subtansi makna ritual magis yang dikandungnya bisa jadi telah terkikis, kehilangan konteks. Masyarakat pendukungnya sedang bimbang di persimpangan zaman dalam guncangan dahsyat modernitas dan globalitas. Reaktualisasi dan kontektualisasi ngelawang yang digaungkan setiap tahun dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) misalnya, belum mampu menggugah bangkitnya kembali pentas seni itu di tengah masyarakat Bali. Jika pun ada, tampak terkesan sebuah pertunjukan emosional romantis sesaat.<br /><br />Ada kecenderungan makna-makna sakral-magis-simbolik sedang tergerus. Sebaliknya materialisme hedonistis sedang berhembus kencang mereduksi tatanan kehidupan. Karena itu, masuk akal bila seni pentas ngelawang terjengkang, kehilangan fungsi dan makna, linglung di persimpangan jalan dalam kegalauan masyarakat pendukungnya yang sedang bimbang di persimpangan zaman. Apa boleh buat.<br /><br />Belakangan ini para pegiat seni pertunjukan tradisional Bali didera kegamangan dan kian ciut nyalinya melakoni kehidupan ini. Termasuk gamang meneruskan dan mewarisi pentas seni ngelawang.<br /><br />Fenomena ini bisa jadi merupakan prolog dari krisis kemanusiaan dan kebersamaan sosial. Mudah-mudahan para seniman sebagai insani terdepan mengawal damainya dunia seni masih tegar dan tak kehilangan gairah menghadapi guncangan dan godaan kehidupan ini.<br /><br />Namun, jika para pegiat seni sendiri sudah tidak arif memformulasikan pesan moral kebajikan dan kezaliman dalam ekspresi diri dan keseniannya, niscaya akan kian menjauhkan masyarakat dari indahnya kedamaian itu. Pentas ngelawang jadi usang di tengah nurani gersang.<br /><br /><br />* kadek suartayaKomang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-30586359954842156592008-08-11T20:00:00.000-07:002008-08-11T21:12:34.635-07:00Wejangan Kepemimpinan Melalui Wayang OrangBerita di <a href="http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/12/01113726/wejangan.kepemimpinan.melalui.wayang.orang">Kompas</a><br /><br /><div style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153); text-align: center;" id="judulartikelcetak">Wejangan Kepemimpinan Melalui Wayang Orang<br /><br /></div><div> </div><div class="txtartikelcetak"><div> <!--zoom image--> <script language="javascript"> function Big(me) { me.width *= 1.700; me.height *= 1.700; } function Small(me) { me.width /= 1.700; me.height /= 1.700; } </script> </div><div id="boximartikelcetak1"><div style="text-align: center;"> </div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="200" width="300"> <tbody><tr> <td style="text-align: center;"> <img src="http://www.kompas.com/data//photo/2008/08/12/2943612p.jpg" onmouseover="Big(this);" onmouseout="Small(this);" height="221" width="300" /> </td> </tr> <tr align="center"> <td> <span class="txfotocetak" style="font-size:78%;"> KOMPAS/NINOK LEKSONO / <a href="http://www.kompasimages.com/" target="_blank">Kompas Images</a> <br /></span><div style="text-align: center;"><span class="txfotocetak"><span style="font-size:78%;"> Rama Tundung Lakon dari Ramayana ini dipentaskan di Teater Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu (10/8).</span></span><br /><span class="txfotocetak"> </span></div> </td> </tr> </tbody></table> </div> <span style="font-size:85%;"><span class="tglct" style="font-family:arial;"><br />Selasa, 12 Agustus 2008 | 03:00 WIB</span></span> <div id="article_body" style="font-family:arial;"><p><span style="font-size:85%;">Jakarta, Kompas - Kisah Ramayana yang masyhur telah banyak dikenal bahkan oleh anak-anak Indonesia. Namun, kisah dari dunia pewayangan ini ternyata juga memiliki segi yang dapat digunakan untuk pendidikan politik. Inilah yang diangkat oleh Pewayangan Kautaman dan Swargaloka Art Department ketika mementaskan lakon ”Rama Tundung” di Teater Kautaman, TMII, Minggu (10/8).</span></p><p><span style="font-size:85%;">Dalam lakon yang dipentaskan dengan dukungan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) ini, Rama—putra sulung negeri Ayodya—harus meninggalkan istana dan mengembara ke hutan selama 13 tahun karena ibu tirinya, Kekayi, menginginkan anaknya sendiri, Barata, yang menjadi raja.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Namun, Barata menolak. Pada kenyataannya, negara yang tak didukung oleh kepemimpinan kokoh tidak berjalan dengan baik. Ketika menyusul Rama ke hutan dan memintanya untuk kembali ke Ayodya, Barata mendapatkan wejangan yang dikenal sebagai Hasta Brata.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Kepada adiknya, Rama menasihati agar selama ia di pengasingan, Barata bisa memerintah dengan mengambil keteladanan ”Matahari, Api, Bulan, Bintang, Angin, Awan, Laut, dan Bumi”. Raja atau pemimpin yang bisa memerintah dengan menerapkan Hasta Brata akan menjadi negarawan yang sukses, disegani kawan dan lawan, dan mampu membawa rakyat menjadi bangsa yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Pergelaran didukung sejumlah artis pemain wayang, dan tim kreatif yang menampilkan gending baru. (NIN)</span></p></div> </div>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-47032528414605474632008-08-11T09:19:00.000-07:002008-08-11T20:57:47.283-07:00Kota Bandung, Tidak Punya Gedung Pertunjukan..?<div id="judulartikelcetak"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Berita di <a href="http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/11/15102726/wali.kota.bandung.harus.peduli.kesenian.">Kompas </a><br /><br />Wali Kota Bandung Harus Peduli Kesenian</span></span> </div> <div style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);" class="subjudulidxcetak">Tidak Punya Gedung Pertunjukan</div> <div class="txtartikelcetak"> <span class="tglct">Senin, 11 Agustus 2008 | 15:10 WIB</span> <div id="article_body" style="font-family:arial;"><p><span style="font-size:85%;">Bandung, Kompas - Seniman Kota Bandung mengharapkan wali kota Bandung terpilih meningkatkan perhatian pada perkembangan dunia kesenian. Salah satu permasalahan yang mendesak dibenahi adalah tidak adanya gedung penyajian seni budaya yang representatif di Kota Bandung.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Menurut seniman Arthur S Nalan, Minggu (10/8), visi-misi yang disampaikan tiga calon wali kota dan wakil, beberapa waktu lalu, tidak menunjukkan komitmen tinggi pada seni budaya di Bandung. <span style="color: rgb(102, 51, 0); font-weight: bold;">Salah satunya adalah keperluan pembangunan sarana kesenian yang representatif.</span></span></p><p><span style="font-size:85%;">Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat <span style="color: rgb(0, 0, 153);">memiliki potensi tinggi pada kekayaan seni budaya Sunda.</span> Namun, <span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 0, 0);">penyajiannya sering kali jauh dari yang diharapkan karena tidak memiliki sarana memadai, yaitu gedung pertunjukan representatif.</span> Padahal, selain meningkatkan aktivitas kesenian masyarakat Bandung dan sebagai sarana publik, tempat representatif bisa menjadi sarana promosi tepat bagi seni dan budaya.</span></p><p><span style="font-size:85%;">"Keberadaan ruang publik berbagai macam jenis kegiatan semakin mendesak di Kota Bandung. Dengan beragamnya aktivitas, sudah seharusnya wali kota terpilih memikirkan tempat bagi penyaluran kreativitas warga," Arthur menegaskan.</span></p><p><span style="font-size:85%;"><strong>Kota kreatif</strong></span></p><p><span style="font-size:85%;">Kebutuhan ruang publik juga dikatakan seniman Andar Manik. Ia mengharapkan wali kota terpilih menyadari potensi Bandung sebagai kota kreatif. Hal ini harus diaplikasikan dengan penyediaan ruang publik tempat masyarakat dapat berinteraksi dengan hasil karya warga.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Selain itu, perlu pula ditata jaringan komunikasi antara pelaku karya kreatif dan pemerintah. Selama ini, hal itu belum berjalan maksimal. Fungsi dialog mencari jalan terbaik tidak pernah muncul karena seniman, pelaku karya kreatif, dan pemerintah belum duduk bersama dan masih berjalan sendiri. Bahkan, tidak jarang, seniman dan pelaku karya kreatif kecewa karena konsep karya diintervensi pemerintah.</span></p><p><span style="font-size:85%;">"Ruang publik menjadi semacam keharusan bila ingin mengembangkan industri kreatif di Kota Bandung. Beragam konsep masyarakat bisa mendapatkan tempatnya di sana," katanya.</span></p><p><span style="font-size:85%;">Hal sama dikatakan Taufik Hidayat Udjo, pengelola Saung Angklung Mang Udjo. Ia mengatakan, komunikasi pemerintah dengan seniman harus dipererat. Hal ini dilakukan agar pemerintah selalu memfasilitasi pergelaran seni budaya Jabar.</span></p><p><span style="font-size:85%;">"Pemerintah kota sebelumnya cukup bagus. <span style="color: rgb(153, 0, 0);">Mereka beberapa kali mampu mengakomodasi penampilan kesenian tradisional. Ke depan, siapa pun wali kotanya harus meningkatkan kerja sama dan menyediakan porsi besar bagi tradisi Jabar di Kota Bandung</span>," katanya.</span></p><p><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 0, 0);">Komitmen pemerintah kota pada kesenian dan adanya komunikasi antara pemerintah kota dan seniman diyakini bisa menahan gempuran klaim negara lain terhadap budaya dan kesenian Sunda.</span> Dengan banyaknya kesempatan tampil, hidup dan perkembangan kesenian tradisi bisa terjaga. (CHE)</span></p></div> </div>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-71301206793157487792008-08-08T05:17:00.000-07:002008-08-11T20:58:53.545-07:00Tekankan Pentingnya Jaga Budaya Bali<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><a href="http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=7&id=3239"><span style="color: rgb(102, 0, 0);">Dari koran Balipost</span></a><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);"></span><br /></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);"><br />Tekankan Pentingnya Jaga Budaya Bali</span><br /></div><br />Denpasar (Bali Post)<br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;"> Para seniman Bali sepertinya mampu meneteskan setitik air untuk melepaskan dahaga para warga Bali di daerah perantauan, Sulawasi Tenggara, yang haus pagelaran seni. Serangkaian acara Utsawa Dharma Gita (UDG) X yang digelar di Kendari, 4-9 Agustus, sekitar 60 orang seniman Bali menghibur warga dengan sejumlah garapan seni.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Pada saat pembukaan UDG oleh Menteri Agama, pragina Bali menampilkan tarian Sekar Jagat dan dramatari Legong Calonarang. Pada hari kedua, para seniman Bali menampilkan kesenian Prembon berjudul 'Ki Lobar' dan sejumlah tarian lepas seperti tari Nelayan dan Baris Tunggal.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Seniman Nyoman Budi Artha yang terlibat dalam kegiatan seni itu, Kamis (7/8) kemarin mengatakan, pentas seni para seniman Bali mendapat apresiasi yang baik dari para warga Bali di Kendari. 'Warga Bali di sana sepertinya haus akan seni miliknya, sehingga mereka berduyun-duyun menyaksikan pergelaran yang ditampilkan delegasi UDG dari Bali. Mereka sangat antusias menonton hingga pertunjukan usai. Lapangan monumen tempat digelar hiburan, dipadati penonton,' ujar Budi Artha yang pegawai Dinas Kebudayaan Bali.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Prembon 'Ki Lobar' tersebut diperkuat sejumlah seniman seperti Putu Anom Ranuara, Putu Yik, AA Serama Semadi, Diana Yoga, Raspita dan Nyoman Budi Artha. Berdurasi sekitar dua jam, prembon yang sarat pesan itu mendapat sambutan yang hangat dari warga Bali di sana. Terlebih dramatari itu menekankan pentingnya ajeg Bali -- agama, adat-istiadat dan budaya Bali.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Prembon itu menceritakan tentang pemerintahan di Bali pascazaman Bali Kuno. Saat itu sempat terjadi kevakuman pemerintahan di Bali karena tidak memiliki raja. Guna mengisi kekosongan kepemimpinan, Bali mohon seorang pemimpin dari Majapahit. Diutuslah Raja Sri Aji Ketut Kresna Kepakisan. Namun, pada awal kepemimpinannya, sang raja sempat kurang mendapat simpati, sehingga lama-lama tidak betah dan ingin pulang ke tanah Jawa -- Majapahit. Namun keinginan itu tidak disetujui oleh Gajah Mada.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Guna melangsungkan pemerintahannya di Bali Dwipa, sang raja diberi pusaka bernama 'Ki Lobar'. Pusaka itu mesti ditancapkan di tanah. Pesan lainnya, agar tetap langgeng memimpin di Bali, sang raja mesti melestarikan adat-istiadat, budaya Bali dan agama Hindu Bali. Sang raja pun merespons semua pesan itu. Upacara agama pun digelar di Pura Besakih. Akhirnya, sang raja mendapat simpati karena memahami betapa pentingnya pelestarian budaya, adat-istiadat.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;"> Dikaitkan dengan konteks pemimpin dan kepemimpinan Bali sekarang dan yang akan datang, kata Budi Artha, ada pesan penting yang sejatinya terkandung dalam cerita prembon tersebut. Siapa pun yang memimpin Bali, mesti memiliki pemahaman tentang budaya Bali, berikut memeliharanya dengan baik. (lun)</span></span>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-68913415871393340162008-08-07T22:17:00.000-07:002008-08-23T03:54:00.287-07:00Gedung Konser (Internasional) yang ‘dedicated’ untuk Wayang Kulit..?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8l01Z4IOcZKYXI8CQtemrCTCySKS-0vV7kRwj2W5xFA-XtrcTc89P9jDxUKJ-Sfpk0P3yIiSxGA7rsuubGjt4YCJoYzVyRUpOMMpcLhQVLDcjCotEjvFsAt6GmcIAfYeg6bQNzjzU9YjV/s1600-h/Suntory+Concert+Hall+-+Plan.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8l01Z4IOcZKYXI8CQtemrCTCySKS-0vV7kRwj2W5xFA-XtrcTc89P9jDxUKJ-Sfpk0P3yIiSxGA7rsuubGjt4YCJoYzVyRUpOMMpcLhQVLDcjCotEjvFsAt6GmcIAfYeg6bQNzjzU9YjV/s320/Suntory+Concert+Hall+-+Plan.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5232021496568652178" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKKbMwjSmzbAcU2vTZUQ1iCBnoMxfhwtyH0EGRQoxDjQZJuNehqTGdKcVYqmj32OZKFbe960udki8VC0Bn1H3ldENO6KnrfEU_4WHotk_mE3o87RyHJA63Wk9CS0vHgJ7tlq0OD27m-vXU/s1600-h/Suntory+Concert+Hall+4.bmp"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKKbMwjSmzbAcU2vTZUQ1iCBnoMxfhwtyH0EGRQoxDjQZJuNehqTGdKcVYqmj32OZKFbe960udki8VC0Bn1H3ldENO6KnrfEU_4WHotk_mE3o87RyHJA63Wk9CS0vHgJ7tlq0OD27m-vXU/s320/Suntory+Concert+Hall+4.bmp" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5232020378872131058" border="0" /></a><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Suntory Hall - Tokyo</span><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><b style=""><span style=""><span style="color: rgb(102, 0, 0);">Gedung Konser (Internasional) yang ‘dedicated’ untuk Wayang Kulit..?</span><br /></span></b><span style=""><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style=""><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Dari response teman2 di mailing list, berikut saya kutipkan komentar & idea yang terkandung di dalamnya..:</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Dari sisi Akustik ada contoh gedung konser yang dapat memenuhi semua tuntutan 'preferensi penonton/pendengar' nya, misalnya saya sisipkan foto dari Suntory Hall - Tokyo Japan.</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Jika Gedung Konser Wayang Kulit bentuk dan design nya seperti Suntory hall ini, bagaimana..?</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Rasanya 'preferensi'nya Mas Marko</span> <span style="color: rgb(102, 0, 0); font-weight: bold;"> </span></span><span style=""><span style="color: rgb(102, 0, 0); font-weight: bold;">Menonton.....mendengarkan.....membayangkan.....</span><o:p> </o:p></span><br /><pre><span style=""><span style="color: rgb(0, 0, 153);">bisa tercapai ya...?</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0); font-weight: bold;">Pertanyaan nya adalah..? Apakah serious... perlu adanya Gedung Konser untuk<br />Wayang Kulit? </span><span style="font-weight: bold;"> </span><span style="color: rgb(102, 0, 0); font-weight: bold;">Apalagi yang berkarakteristik Internasional !</span><span style="font-weight: bold;"><br /></span><span style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-weight: bold;">Kalau dari sisi akustik nya, saya yakin bisa dirancang untuk mencapai<br />'performansi optimalnya'..</span><span style="font-weight: bold;">selevel dengan gedung konser internasional<br />(tentunya tanpa perlu diisi dengan 'pipe organ'nya].. ;-)<br />Bagaimana juga dengan ksenian Wayang Golek, Wayang orang [Wong]<br />dan juga Wayang kulit dari Bali?<br /></span><br />NB :<br />Ingin tahu lebih banyak tentang wayang..?<br />Kunjungi saja : <a href="http://prabuwayang.wordpress.com/">http://prabuwayang.wordpress.com/</a><br /></span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Copy-Paste .. Comment di milist [sekalian minta ijin ya]..</span><br /><br />Pernah nonton wayang kulit ?<o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Bagaimanakah seharusnya posisi gamelan agar bisa terdengar "me-ruang", <span style=""> </span><br />tetapi posisinya jangan pas ada di belakang dalang? <span style=""> </span><br />Dengan posisi tradisionil sekarang ini, jarak antara penonton dengan dalang <span style=""> </span><br />menjadi jauh, dan untuk orang2 dengan mata minus,<br />wajah wayang menjadi <span style=""> </span>kurang jelas.<o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Apakah perlu dibuatkan gedung pertunjukan khusus wayang kulit dengan <span style=""><br /></span>pengaturan khusus?<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><br />Salam,<o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Pras<o:p></o:p></span><span style=""><span style="font-family:Georgia,serif;"> </span>"Prasetyo Roem" <a href="mailto:konti@cbn.net.id">konti@cbn.net.id</a><o:p></o:p></span></pre> <pre><span style="">Betul cak Pras, perlu dibuat gedung dengan tiga level tanggung.<br /></span><span style="">Dua level di belakang dalang, dimana gamelan di bawah dan penonton di atasnya. <span style="font-family:monospace;"><br /></span>Kemudian dalang di depan dengan level setengahnya,<br />tengah-tengah level antara penonton dan gamelan.<br />Dengan dimikian baik penonton maupun penabuh gamelan bisa dekat<br />dengan posisi dalang hanya level ketinggiannya berbeda.<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><o:p> </o:p></span></pre><pre><span style="">Salam,<o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Sumarko </span><span style=""><a href="mailto:sumarko@musashi.co.id">sumarko@musashi.co.id</a></span></pre><span style=""><o:p></o:p></span><span style=""><o:p></o:p></span> <pre><span style="">wah kayaknya gak bisa<span style=""> </span>mas marko, nanti mata kita, penonton, ada diatas layar...<br />atau kalau sejajar layar,<span style=""> </span>gamelan jadi di bawah kita...<br />wah gak tau kalau susunan ini secara akustik masih ok???<br />lha wong sumber suaranya dibawah..<br />bagaimana kalau gamelan dibagi 2, di kiri dan kanan... dalang,<br />jadi jarak penonton yang sudah minus matanya masih bisa menikmati detail wayang..<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><o:p></o:p>btw, blog mas Komang Ok, salut<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><o:p><br /></o:p></span></pre><pre><span style="">salam<o:p></o:p></span><span style=""><br />"arya abieta" <<a href="mailto:aabieta@yahoo.com">aabieta@yahoo.com</a>><o:p></o:p></span></pre> <pre><span style="">Konon khabarnya nonton wayang kulit itu tidak harus melihat detail wajah wayangnya<br />cukup hanya bayangan sosok wayang, oleh karena itu juga disebut sebagai shadow puppet<br />.. ta' iye.<br />Yang mengagumkan adalah designer wayang yang sudah memperhitungkan efek bayangan<br />secara detail sehingga dari balik layarpun bisa dinikmati ......<br />Gamelan bisa dibagi menjadi 2 kelompok asal delay suara masih dalam allowance<br />karena mereka khan tidak ada konduktornya .... konduktornya cuma suara kendang.<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""> <o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Wied </span><span style=""></span><a href="mailto:wied01@yahoo.com">wied01@yahoo.com</a><br /><span style="">mantan peniup suling Waditra Ganesha<o:p></o:p></span><span style=""><o:p> </o:p></span></pre> <pre><span style=""><br />gemana paka Komang Mertayase ?, ahlinya akustik<o:p></o:p></span><span style=""><o:p> </o:p></span></pre> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="">"Nyoman Sumawijaya" <a href="mailto:nyomans@geotek.lipi.go.id">nyomans@geotek.lipi.go.id</a><o:p></o:p></span></p> <pre><span style="">Aturan yg bener nnonton wayang kulit seharusnya gimana sih?<br />Saya kira dari balik layar dimana penonton tdk bisa melihat dalang dan gamelannya.<br />Jadi yg kita tonton adalah bayangan yg terlihat di layar. Betul enggak sih...?<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><o:p> </o:p></span></pre><pre><span style="">bs<o:p></o:p><a href="mailto:Budi.Santoso@arunlng.co.id"> Budi.Santoso@arunlng.co.id</a><o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Nonton wayang kulit itu perlu dipilah pilah mau pilih apanya :<o:p><br /></o:p>1. Nonton "geber" dibalik layar, puas dengan bayangan + membayangkan suara sinden<br />2. Nonton sinden : antara suara dengan kecantikkannya nyambung apa tidak <span style=""><br /></span>3. Nonton "sabetane" dalang, ketrampilan dalang dalam memainkan wayang <span style=""><br /></span>4. Mendengarkan pesan-pesan dalang, cukup dengan mendengar tidak perlu nonton<br />5. Mengikuti alur cerita dan membayangkan bagaimana serunya<br />6. .... Menonton.....mendengarkan.....membayangkan.....<o:p> </o:p></span></pre><pre><span style="">Jadi yang bener yang mana, ya semuanya benar karena tidak ada yang salah<br />Ha...ha....ha....<o:p></o:p></span></pre><pre><span style=""><o:p> </o:p></span></pre><pre><span style="">Salam,<o:p></o:p></span></pre><pre><span style="">Sumarko<o:p></o:p></span><span style=""> <a href="mailto:sumarko@musashi.co.id">sumarko@musashi.co.id</a><br /><br /></span><span style="">Kang ..... aku gak ngerti aturan nonton wayang kulit yang bener itu seperti apa, <o:p></o:p></span><span style=""><br />waktu kecil doeloe memang sering nonton wayang kulit ini walau sebagian besar suluk dalang<br />atau ceritanya aku nggak mudeng ..... maklum aku nembe belajar boso jowo.<br /><o:p></o:p></span><span style="">Biasanya waktu "jejeran" aku mlungker turu dekatnya kotak wayang,<br />lha kalau sudah saatnya perang tanding kotak itu pasti diketok-ketok keras oleh dalangnya ...<br />.. hehehe aku bisa bangun saat rame-ramenya, apalagi saat punakawan muncul pasti ger ... geran .....<br /><o:p></o:p></span><span style="">Tampaknya Kiyai Harmiel adalah empu di bidang wayang bisa menjelaskan<o:p></o:p></span><span style=""> secara detail ....<o:p></o:p></span><span style=""><br /><br /><o:p></o:p></span><span style="">Wied<br /><br /></span>Mon, August 11, 2008 2:47 pm<br /><span style=""><br /></span>wah ... kalo spt Suntory Hall rasanya masih jauh banget bisa punya. Apa<br />perlu yang dedicated utk wayang kulit? gimana kalo gedung yg multi<br />purpose, bisa untuk konser wayang kulit, wayang orang, wayang golek,<br />konser musik (orchestra maupun yg bukan), pertunjukan seni tari, dsb.<br />Sekarang ini gedung opera yg bagus memenuhi syarat akustik yg baik di JKT<br />atau kota lain di Indonesia apa ya?<br /><br />Problem akustik yg umumnya dialami ketika berada di suatu mesjid dg jumlah<br />jamaah (orang yg ada di ruangan tsb) yg penuh akan berbeda dg jika<br />jamaahnya sedikit. Ketika jamaahnya penuh, tidak ada gangguan gema shg<br />suara dari mimbar mudah didengar. Ketika jamaahnya sedikit, timbul gema.<br />Gimana nih mensiasatinya. Maunya tidak pake karpet, karena lantainya<br />marmer.<br /><br />Terima kasih........, bs<br /><a href="http://www.blogger.com/Budi.Santoso@arunlng.co.id">Budi.Santoso@arunlng.co.id</a><br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0); font-weight: bold;">Catatan : </span><br />Tentang Akustik untuk mesjid bisa dilihat di blog kolega saya :<br /><a href="http://jokosarwono.wordpress.com/2008/05/05/akustik-masjid/">http://jokosarwono.wordpress.com/2008/05/05/akustik-masjid/</a><a href="http://jokosarwono.wordpress.com/2008/05/05/akustik-masjid/"><br /></a><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Untuk Multi-purpose Hall, salah satunya adalah </span><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">Sasana Budaya Ganesha ITB.</span><span style="color: rgb(0, 0, 153);"><br />Silahkan search di internet mengenai utilisasinya.</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Dari sisi Akustiknya akan saya bicarakan di kesempatan mendatang.</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Saat ini sedang ada diskusi/wacana di ITB untuk memperbaiki 'performansi'nya Sabuga ITB, </span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">sehingga dapat memberikan 'nilai tambah' yang lebih lagi bukan hanya kepada ITB </span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">tetapi juga bagi kota Bandung. tentunya nilai tambah yang dimaksudkan disini bukan</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">hanya dari sisi uang nya saja, tetapi juga 'outcome'nya.<br /><br /></span>Mon, August 11, 2008 10:22 pm<br /><br />Urun pengalaman ya.<br />Pengalaman saya dengan gedung khusus kesenian adalah Teater Tanah Airku di taman<br />mini, sulit utk menutup biaya operasional, apalagi mengembalikan pinjaman waktu<br />bangun.. Gedung tersebut dibangun dgn kualitas soundsystem yg bagus sekali, sdh ada<br />multimedianya dan dengan layar 50 layar yg bisa berganti2.<br />Syukur beberapa tahun terakhir okupansinya melejit karena acara AFI Indosiar dan<br />Seleb2 dari Indosiar, kalau hanya benar2 seni, sdh tidak bisa menutupi biaya<br />operasional.<br /><br />Wimbo Hardjito<br />wimbo.hardjito@koni.or.id<br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-weight: bold;">Response:</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Betul sekali Mas Wimbo, disamping harga gedung konser itu mahal, operasional dan pemeliharaan-nya juga mahal..<br />Karena itulah <span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 0, 0);">saya sangat menekankan</span> perlunya <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">feasibitily study</span> yang benar2 komprehensif dan objektif<br />sehingga keberadaan <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">Concert Hall yang dedicated</span> tersebut 'sustainable' untuk waktu yang lama.<br />Seperti yang sudah saya utarakan, <span style="font-weight: bold;">Concert Hall</span> merupakan gedung yang juga bersifat sebagai landamark yang<br />memiliki usia pakai puluhan tahun atau bahkan lebih. Jika 'roh' atau 'spirit'nya tidak ada, jadinya hanya seonggok<br />bangunan yang terdiri dari batu, bata atau beton saja.. Hal yang hampir sama juga terjadi pada bangunan2 lain seperti<br />gedung olah raga, kampus, sekolah dan sebagainya.<br /></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);"><br /></span>Tue, August 12, 2008 9:21 am<br /><br />Cara mengatasi gema:<br />1. pasang plafond acoustic panel.<br />2. pasang gordijn di seluruh dinding, boleh yang tipis, bagusnya yang tebal.<br />3. posisi speaker jangan dari depan, tapi menyebar di plafond, dengan daya<br />3-5 watt/speaker, jarak tiap 5m.<br /><br />Mestinya cukup untuk meredam gema.<br /><br />Salam,<br />Prasetyo Roem<br /></pre>Tue, August 12, 2008 9:22 am<pre>Bagaimana dengan Gedung Kesenian Jakarta yang di depan Pasar Baru itu ?<br />Saya beberapa kali nonton ketoprak Humor (Timbul cs) dan wayang orang di<br />situ. Gedung itu juga pernah dipakai untuk berbagai acara kesenian.<br />Akustiknya ? Saya nggak sempat amati dengan baik, tapi seperti halnya<br />Djakarta Theater, akustiknya lumayan kok, jauh lebih baik daripada GSG<br />waktu wisuda dulu.<br /><br />Edi Kunsudianto<br />Edi.Kunsudianto@arunlng.co.id<br /></pre><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-weight: bold;font-family:arial;" >Response : </span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" >Mas Pras, betul sekali yang diutarakan tersebut.. <span style="font-weight: bold;">Acoustic treatment</span> pada umumnya dilakukan dengan instalasi material penyerap, pemantul atau pen'diffus' suara.. atau juga merubah kondisi arsitekturnya. Semuanya mesti dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan/ruangannya, tidak hanya asal pasang. Namun pada umumnya mesti ada 'kompromi' yang cukup komprehensif dengan bidang2 lain seperti arsitektur dan design interior.. dan terus terang saja, hal inilah yang sering menjadi permasalahan di lapangan. Dan pada umumnya, masalah akustika ruangan menjadi hal yang <span style="font-weight: bold;">'dikesampingkan'</span>, sampai akhirnya setelah bangunan/ruangan selesai dibangun dan ditempati oleh 'penghuninya' barulah sang 'pemilik' kelabakan karena kondisi akustik di ruangan nya tidak sesuai dengan yang 'diharapkan'nya.<br /><br />Mas Edi, saya sudah pernah mencoba menghubungi pihak Gedung Kesenian Jakarta, untuk bisa memperoleh <span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">kondisi objektif dari akustiknya</span>, <span style="font-weight: bold;">namun tidak ada response</span> sama sekali. Saya juga pernah menghubungi (secara lisan melalui telepon) manajemen <span style="font-weight: bold;">Balai Sarbini </span>untuk meperoleh data yang sama, namun 'lucunya' pihak manajemen mengatakan data tersebut adalah <span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 0, 0);">rahasia perusahaan</span>..;-)<br /></span></span><br /><pre>Tue, August 12, 2008 9:35 am<br /><br />GKJ dibandingkan GSG ? Jauh dong. Aku pernah ngadain concert paduan suara di<br />GKJ. Menurutku akustiknya bagus sekali. Ada atau tidak ada penonton gak<br />terasa ada gemanya. suaranya bagus tuh. Hanya saja perawatannya yang kurang.<br /><br />(Vicky) Victor I. Tangkilisan<br />"Mr. Vicky" <victor.i.tangkilisan@netsa.co.id><br /></victor.i.tangkilisan@netsa.co.id></pre><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" ><span style="font-weight: bold;">Response :</span> </span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" >Mas Vicky, Betul sekali lho.. GKJ nggak bisa dibandingkan dengan GSG nya ITB.. Karena <span style="font-weight: bold;">GSG sangat tidak representatif untuk dimanfaatkan sebagai Auditorium </span>itulah, makanya ITB membangun Sabuga di era Prof. Wiranto. Jadinya sekarang ITB bisa berbangga karena memiliki Auditorium Sabuga yang cukup memadai bukan hanya dari sisi kapasitasnya tapi juga dari sisi fasilitasnya.. :-)</span></span><br /><br /><pre>Tue, August 12, 2008 12:25 pm<br /><br />hehehe .... GSG jangan dikomentari akustiknya .....<br />lha itu gedung untuk olahraga .... kalau perlu satu orang teriak<br />seperti ada seratus manusia teriak juga ......<br /><br />Wied</pre><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" ><span style="font-weight: bold;">Response :<br /><br /></span>hahaha... kayaknya mas Wied pernah nyoba ya... jaman itu mao ngilangin stress apa..ayooo?<br /><br />Coba lihat juga Blog ini :<br /><a href="http://freemagz.com/freewill/i-want-to-hear-music">http://freemagz.com/freewill/i-want-to-hear-music</a><br /><br /><br /><br /></span></span></div><b style=""><span style=""></span></b></div>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-46199748938934034042008-08-06T01:18:00.000-07:002008-08-23T03:51:45.519-07:00AudiCraft Speaker<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">AudiCraft Speaker</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" >Speaker unik buatan saya sendiri..<br />hmm.. maaf not for sale ..lho ;-)<br /></span></div><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo3dUdOnK1vGREiT22QPPNZ4qtRz4bu3My78IKGz2lQnsRDvCtD8kKoUCWba0Rxc3QHkbqqZ32BKMR9U-xSlDMi-ua3vxGTCtHYX2wBwL_vaQJbN22yEDrY8NmuhFe5z1MEDOG5-OB9Ti3/s1600-h/AudiCraft+1.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo3dUdOnK1vGREiT22QPPNZ4qtRz4bu3My78IKGz2lQnsRDvCtD8kKoUCWba0Rxc3QHkbqqZ32BKMR9U-xSlDMi-ua3vxGTCtHYX2wBwL_vaQJbN22yEDrY8NmuhFe5z1MEDOG5-OB9Ti3/s320/AudiCraft+1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5231318168375417474" border="0" /></a><br /></div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyluCVN-HSBuJ_JlsGyBqRe2UdWovi80cHUXO8vg4UEB5AbuuZH5E7pcSs1rbCrsGOlr5nlJE6MX961LKbCG74SX4yr0g4oSzPfGIfj6tWjYEZijcM2OVE8K56h-X6ppbnV2_SKknwZLj9/s1600-h/AudiCraft+1%26+2+A.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyluCVN-HSBuJ_JlsGyBqRe2UdWovi80cHUXO8vg4UEB5AbuuZH5E7pcSs1rbCrsGOlr5nlJE6MX961LKbCG74SX4yr0g4oSzPfGIfj6tWjYEZijcM2OVE8K56h-X6ppbnV2_SKknwZLj9/s320/AudiCraft+1%26+2+A.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5231318167192955266" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1Bh5fjG-R7ylKXVk1SJxYCp2fr6MgFU9FHTmCSISjccv_zyLOQQwhaUCI_0s66lK1ZGBNhh-JMJHicEwRdbeWewFRbJ_ZAI_In7Z6I4rAJmIBO77efyE52R06Yowvq4SLz_g7xoOh5DLR/s1600-h/AudiCraft+3.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1Bh5fjG-R7ylKXVk1SJxYCp2fr6MgFU9FHTmCSISjccv_zyLOQQwhaUCI_0s66lK1ZGBNhh-JMJHicEwRdbeWewFRbJ_ZAI_In7Z6I4rAJmIBO77efyE52R06Yowvq4SLz_g7xoOh5DLR/s320/AudiCraft+3.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5231318168093277554" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIS31e0Ym-h9BCffEs0zgntJQHKJmKSyYA_iH9ZaoGpXVQ2qgsrpvtZAFowX6QteIt4s_MFyFuCw45EGbh5n_zRDiVYMmm8qJgPrJQFS__V-vQXM4zlqQ8jzgPKHe1ewlpvr3jnZk-gE71/s1600-h/Set+Audicraft.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIS31e0Ym-h9BCffEs0zgntJQHKJmKSyYA_iH9ZaoGpXVQ2qgsrpvtZAFowX6QteIt4s_MFyFuCw45EGbh5n_zRDiVYMmm8qJgPrJQFS__V-vQXM4zlqQ8jzgPKHe1ewlpvr3jnZk-gE71/s320/Set+Audicraft.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5231318172166550738" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">AudiCraft Speaker<br /><br /></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;" >Speaker unik buatan saya sendiri..<br /><br /><br /></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);"></span></div>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-75766023937660691832008-08-04T09:05:00.000-07:002008-08-04T09:08:49.433-07:00Official Google Blog: Knol is open to everyone<a href="http://googleblog.blogspot.com/2008/07/knol-is-open-to-everyone.html">Official Google Blog: Knol is open to everyone</a>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-45924475065129673762008-08-03T02:04:00.000-07:002008-09-13T08:38:22.455-07:00‘Gamelan Bali’ International Concert Hall, Apakah diperlukan..?<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7LNSe6KMzV1zDxJ7Xns9ZShE-OmTI-QV8cqxnI7UxgRSq67XiAa49mtjd1e2jakL99KSBUQOsylkOYJCvzXMl-AjXNiS2ajo1LfSeUykjdGVck99D9c-hThEaEAMPjY0sZ_36hU331Xwu/s1600-h/Esplanade+-+concert_hall_extrior_07.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7LNSe6KMzV1zDxJ7Xns9ZShE-OmTI-QV8cqxnI7UxgRSq67XiAa49mtjd1e2jakL99KSBUQOsylkOYJCvzXMl-AjXNiS2ajo1LfSeUykjdGVck99D9c-hThEaEAMPjY0sZ_36hU331Xwu/s320/Esplanade+-+concert_hall_extrior_07.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5230221621737665282" border="0" /></a><span style="color: rgb(153, 0, 0);font-size:78%;" ><a href="http://www.esplanade.com/SOPApp/espsop/portal_proxy?uri=hI_zNvYy87nqT%210WH6cdWMTi3Ic,yL0lJOGj@R_sw4QeyP4MzED_N0BtaUJmP0osJFM">Esplanade - Singapore</a><br /><br /></span></div><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo22z8hEc3s6Hj-ljyJsjOcv_wWQHKGRcfKmakhzUv3vYv8vX8aEMNQKlb6-UAH4h9TEgafICxKP714kFyjMz6skJFEXMA-UM8oFX5OWmI1csMRkUnO6lzHlaOd961DQkIE6A-o40-wRKr/s1600-h/chan_concert_hall_04.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo22z8hEc3s6Hj-ljyJsjOcv_wWQHKGRcfKmakhzUv3vYv8vX8aEMNQKlb6-UAH4h9TEgafICxKP714kFyjMz6skJFEXMA-UM8oFX5OWmI1csMRkUnO6lzHlaOd961DQkIE6A-o40-wRKr/s320/chan_concert_hall_04.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5230219116603848850" border="0" /></a><span style="color: rgb(153, 0, 0);font-size:78%;" >Chan Concert Hall - Taiwan</span><br /></div><h2 style="text-align: center;" align="center"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">‘Gamelan </span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:100%;" ><st1:place><span style="">Bali</span></st1:place></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);">’ International Concert Hall, Apakah diperlukan..?</span><u><span style=";font-size:14;color:navy;" ><o:p></o:p></span></u></h2> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;" align="center"><b style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;color:blue;" ><span style="font-size:85%;">Dr.Ir. I Gde Nyoman Merthayasa M.Eng.</span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Sudah diketahui secara umum bahwa, <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">Concert Hall atau Gedung Konser</span></strong> adalah suatu bangunan yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan dan pegelaran konser musik. Sesuai dengan tujuannya maka hal-hal teknis utama yang diperlukan adalah kondisi akustik di dalam gedung konser tersebut, baik secara objektif maupun subjektif mesti berada pada kondisi optimal sesuai dengan tuntutan pemusik maupun penonton/audience nya. Gedung konser merupakan hasil inovasi arsitektur dari budaya barat yang secara teknis memang ditujukan untuk menunjang budaya seni musik. Sejarahnya dimulai sejak awal abad ke 19 dimulai dengan bangunan berupa amphitheater, colloseoum, gedung opera baru kemudian gedung konser. Perkembangannya ini juga seiiring dengan perkembangan ilmu akustik dan juga arsitektur. Pada jaman modern ini, gedung konser sudah merupakan hasil inovasi mutakhir dari berbagai teknologi, ilmu pengetahuan dan seni musik itu sendiri. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Pada umumnya, gedung konser dibangun untuk berfungsi dalam jangka waktu yang lama dan bersifat monumental untuk menunjang pengembangan dan kemajuan budaya terutama sekali seni budaya musik (termasuk juga nyanyi dan tari). Karena berfungsi untuk jangka waktu lama maka perancangan gedung konser mesti tahan gempa, memenuhi persyaratan arsitektur yang sesuai dengan lokasi, budaya, kondisi fisik lingkungannya dan mendapat dukungan sosial, materiil dan moril dari masyarakatnya. Hal ini juga disebabkan oleh karakteristiknya sebagai bangunan monumental yang secara umum akan menjadi lambang perjalanan sejarah budaya dan karakteristik masyarakat di daerahnya. Bahkan, gedung konser juga dapat menjadi suatu <span style="color: rgb(102, 0, 0);">“landmark”</span> dari suatu daerah atau bangsa, seperti <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">Sidney Opera House</span></strong> misalnya. Sementara itu, karena tuntutan kompleksitas dan ketelitian kondisi akustik di dalamnya, maka bagi para ahli akustik, gedung konser ini bisa diibaratkan sebagai alat musik raksasa. Ungkapan ini secara objektif dapat dipahami mengingat hasil kondisi suaranya mempunyai karakteristik yang khas dan unik sehingga dapat dikatakan seorang penonton tidak akan pernah mendengarkan suara yang ‘sama’ di tempat dan waktu lainnya di dunia. Disinilah keterpaduan antara berbagai bidang ilmu, teknologi dan seni yang sebenar-benarnya mesti dilaksanakan sehingga dapat menghasilkan berbagai dampak yang positif bagi masyarakat. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Mengingat kondisi akustik di dalam ruangan menjadi tujuan utamanya</span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >, maka pada umumnya gedung konser bersifat tertutup dengan maksud agar dapat menghilangkan pengaruh bising dari lingkungan komunitasnya. Karena ketertutupannya itu, gedung konser mesti dilengkapi dengan sistem tata udara sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung atau penontonnya untuk berkonsentrasi mendengarkan pertunjukan musik yang dipegelarkan. Faktor kenyamanan ini juga menjadi salah satu tujuan dari gedung konser tersebut, sehingga orang yang datang untuk menonton konser benar2 terpenuhi tujuan utamanya. Tentunya ketertutupan tersebut juga dimaksudkan agar pegelaran dan juga penonton tidak terganggu akibat cuaca panas terik matahari atau hujan. Perkembangan teknologi elektro-akustik, dalam bentuk alat musik elektronik dan juga sistem tata suara elektronik juga membantu perkembangan rancangan gedung konser. Tetapi, untuk pagelaran musik dengan alat musik non-elektronik, apresiasi terhadap gedung konser tanpa sistem tata suara elektronik tetap tinggi, mengingat ke’asli’an dan ke’alami’an dari suara musik yang dihasilkannya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Sementara itu, <strong><span style="font-family:Arial;">musik gamelan </span></strong></span><span style="font-size:85%;"><st1:place><strong><span style="font-family:Arial;">Bali</span></strong></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > sudah dikenal sebagai salah satu musik tradisional yang khas dari </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="font-family:Arial;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >, dan sudah seringkali dipertunjukkan di gedung2 konser bertaraf internasional di manca negara. Pada umumnya, secara tradisional musik gamelan Bali dikenal sebagai ‘outdoor’ musik, karena di tempat asalnya yaitu di Bali sendiri <strong><span style="font-family:Arial;">belum ada Gedung Konser</span></strong> yang memenuhi persyaratan secara akustik untuk mempegelarkan musik ini di dalam ruangan. <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">Secara internasional musik Gamelan </span></strong></span><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><st1:place><strong><span style="font-family:Arial;">Bali</span></strong></st1:place><strong><span style="font-family:Arial;"> sudah lama dikenal</span></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > dan menjadi salah satu penunjang ketertarikan wisatawan manca negara untuk datang ke </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > khusus nya dan ke </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="font-family:Arial;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > pada umumnya. Ketertarikan masyarakat internasional ini dapat dilihat dari adanya sekian banyak sekehe gamelan Bali di Amerika, Australia, Eropa dan juga Jepang, misalnya, dengan pelaku atau pemusiknya juga berasal dari masing-masing negara tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Kesempatan untuk dipegelarkan di gedung konser internasional secara tidak langsung sebenarnya dapat <strong><span style="font-family:Arial;">meningkatkan <span style="color: rgb(102, 0, 0);">‘confidence’</span></span></strong> dan juga <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">‘prideness’</span></strong> dari pemusik-pemusik gamelan Bali tersebut, tetapi secara langsung belum dapat meningkatkan kesan yang sama kepada masyarakatnya di daerahnya sendiri. Hal ini karena masyarakatnya sendiri, sebagai pendukung utama budaya seni ini, belum pernah merasakan langsung peningkatan kwalitas hasil kreasi dan inovasi mereka sendiri, karena mereka belum memiliki gedung konser yang memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kwalitas musik gamelan </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Dari segi ilmu akustik, <strong><span style="font-family:Arial;">musik gamelan </span></strong></span><span style="font-size:85%;"><st1:place><strong><span style="font-family:Arial;">Bali</span></strong></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > dapat dikatakan <strong><span style="font-family:Arial;">‘lebih memerlukan ruangan’ dibandingkan dengan musik klasik barat</span></strong> (misalnya komposisi yang dikenal dalam bidang akustik dengan nama Musik motif A, yaitu potongan musik gubahan Orlando Gibbons berjudul ‘Royal Pavane’). Kesimpulan dari hasil penelitian ini, sudah penulis presentasikan di <strong><span style="font-family:Arial;">International Congress on Acoustics pada tahun 2001</span></strong> di Roma Italia, dalam paper berjudul <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">‘Spatial Factor of Sound Fields for Gamelan Bali Concert Halls’.</span></strong> Dengan demikian, anggapan bahwa musik gamelan </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > hanya dapat dimainkan di ruang terbuka (atau biasa disebut ‘outdoor music’) secara objektif dapat diabaikan. Dari simulasi teknis dengan memanfaatkan perangkat komputer kondisi objektif tersebut dengan nyata dapat dibuktikan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Secara umum, kondisi fisik dari </span><span style="font-size:85%;"><st1:city><st1:place><span style="font-family:Arial;">medan</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > suara di dalam gedung konser yang dapat memenuhi <strong><span style="font-family:Arial;">‘preference’ - (’keinginan’)</span></strong> dari semua penonton di tempat duduknya masing-masing, dapat disebutkan terdiri dari empat komponen utama dimana <b style="color: rgb(102, 0, 0);">komponen pertama</b> adalah tingkat kekerasan suara yang terdengar oleh masing-masing penonton. Komponen ini sangat tergantung kepada karakteristik akustik dari alat musiknya, posisi penempatannya di panggung, kondisi ruang dari gedung konser dan termasuk juga cara memainkan alat musik tersebut. Pada jaman sekarang, hal ini dapat ditunjang oleh pemanfaatan sistem tata suara walaupun konsekwensinya adalah mengurangi <strong><span style="font-family:Arial;">ke’alamiah’an</span></strong> dari suara musik yang dimainkan tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><b style=""><span style="font-family:Arial;">Komponen kedua</span></b></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > yang mempengaruhi adalah adanya waktu tunda dari sampainya suara pantulan pertama akibat bidang bagian dalam ruangan gedung konser misalnya dinding, panggung atau langit-langit dibandingkan suara langsung yang diterima penonton dari masing-masing alat musiknya sendiri. Faktor ini secara psikologis dapat menyebabkan penonton merasakan arah suara dan juga ‘kelebaran’ dari sumber suara itu sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><b style=""><span style="font-family:Arial;">Komponen ketiga</span></b></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > yang mempengaruhi adalah adanya waktu dengung ruangan yang dirasakan oleh masing2 penonton di tempat duduknya. Karakteristik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dimensi, ukuran, kapasitas tempat duduk, jumlah penonton dan juga karakteristik material bangunan pembentuk interior gedung konser itu sendiri. Penonton akan merasakan dirinya di’selimuti’ oleh keindahan dan keagungan musik yang dipegelarkan, yang sebenarnya secara teknis tidak dapat mereka rasakan selain mereka menghadiri atau menonton konser secara langsung. Hal ini juga menyebabkan penonton secara subjektif akan lebih ingin menonton konser secara langsung dibandingkan dengan mendengarkan suara rekaman secara elektronik, dengan sistem perekaman dan pemutar ulang paling canggih dan mahal sekalipun.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><b style=""><span style="font-family:Arial;">Komponen keempat</span></b></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><span style="color: rgb(102, 0, 0);"> </span>atau terakhir adalah kondisi suara yang diterima berbeda antara telinga kiri dan kanan masing-masing penonton. Perbedaan ini menyebabkan penonton ‘merasakan ruang’ dari gedung konser itu sendiri. Hal inilah sebenarnya yang menjadi dasar perasaan ’stereo’ yang tertanam di dalam hasil rekaman elektronik.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Ketiga faktor pertama yang dijelaskan di atas merupakan besaran fisik yang tergantung kepada komponen temporal dan spektral dari </span><span style="font-size:85%;"><st1:city><st1:place><span style="font-family:Arial;">medan</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > suaranya. Komponen temporal sebenarnya sangat dipengaruhi oleh waktu dan dinamika musik itu sendiri, sementara komponen spektral sangat dipengaruhi oleh frekwensi dari suaranya. Perlu juga diketahui bahwa secara spektral, kemampuan telinga manusia untuk mendengarkan suara tidaklah linier untuk semua frekwensi. Hal ini dapat diketahui dengan sensitivitas telinga kita yang berbeda untuk frekwensi rendah, medium dan frekwensi tinggi. Sedangkan komponen keempat merupakan komponen spatial yang sangat tergantung kepada kondisi ruangan sendiri, tidak dipengaruhi oleh jenis atau karakteristik suara dari sumber suara, dalam hal ini sumber suaranya adalah alat-alat musik yang dimainkan termasuk suara vokal dari penyanyi nya. Dalam hal ruangan dilengkapi dengan sistem tata suara, maka karakteristik akustik loudspeaker dan juga penempatannya sangat menentukan faktor spatial yang dirasakan dan dialami oleh setiap penonton. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Kombinasi semua faktor-faktor tersebut di atas, dimanfaatkan secara elektronik dan dipasarkan secara luas dengan nama <strong><span style="font-family:Arial;">‘home theatre’</span></strong>, walaupun pada kenyataannya medan suara yang dihasilkan oleh peralatan ini sebenarnya hanya untuk <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);">‘menipu’</span> telinga manusia saja. Salah satu akibatnya misalnya adalah adanya kesan bahwa mendengarkan suara dari ‘home theatre’ lebih baik dibandingkan dengan mendengarkan konser secara langsung.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Pemanfaatan kondisi akustik yang memenuhi persyaratan dan berkwalitas bagi pengunjung atau penghuni gedung atau setiap ruangan sebenarnya mesti sudah tertanam di dalam rancangan awal dari arsitektur bangunan atau gedung-gedung itu. Tetapi kenyataan yang ada, kemungkinan karena faktor biaya dan alasan teknis lainnya, sering sekali kondisi akustik yang baik bagi suatu ruangan ini diabaikan saja. Misalnya hal ini terjadi pada pembangunan suatu auditorium dimana komponen perancangan akustiknya sejak awal tidak dilibatkan. Hasilnya, adalah terjadinya cacat akustik yang pada akhirnya menyebabkan dilakukannya renovasi arsitektur atau desain interior ruangan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Secara akustik, suatu gedung konser mesti dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan ‘preference’ dari penonton. ‘Preference’ ini sangat bersifat subjektif, seperti contohnya kacamata yang memiliki ukuran yang unik untuk masing-masing orang. Melalui penelitian yang intensif oleh peneliti-peneliti Jepang, Eropa dan Amerika, maka besarnya nilai keempat parameter yang disebutkan di atas untuk memperoleh ‘preference’ umum optimal untuk gedung konser bagi jenis musik-musik tertentu sudah dapat diperoleh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Sementara itu, penelitian untuk menentukan kondisi optimum dari parameter akustik yang diperlukan bagi <strong><span style="font-family:Arial;">konser musik gamelan Bali</span></strong>, telah penulis lakukan dan salah satu hasil penelitian tersebut telah disebutkan di atas, yaitu musik gamelan Bali ‘lebih memerlukan nilai spatial ruang konser’ dibandingkan dengan musik klasik. Dengan nilai-nilai parameter optimum tersebut, maka dapat dirancang gedung konser yang khusus dan bersifat unik untuk musik gamelan </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><strong><span style="font-family:Arial;">Gedung Konser Gamelan </span></strong><st1:place><strong><span style="font-family:Arial;">Bali</span></strong></st1:place><strong><span style="font-family:Arial;"> yang bersifat ‘dedicated’ ini</span></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >, tentu saja memerlukan telaah awal (feasibility study) yang objektif, teliti dan bersifat integral bukan saja dari permasalahan nilai ekonominya tetapi juga dari sisi sosial, budaya, termasuk juga dukungan dari masyarakat. Hal ini secara objektif mesti dilakukan untuk menghindari adanya kesan tujuan dari keberadaan gedung konser tersebut terpisah dari tujuan pengembangan budaya masyarakatnya. Disamping itu, perlu juga dihindari keterlibatan yang bersifat politis yang memungkinkan terjadinya ko-optasi pemahaman dan juga ‘interest’ sekelompok orang saja. <strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">Dengan kata lain keberadaan </span></strong><strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;">gedung konser gamelan Bali ini,</span></strong><strong style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-family:Arial;"> mesti berasal dari masyarakat, dimiliki dan juga dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk meningkatkan budayanya. Dengan demikian, masyarakat akan lebih ‘confidence’ dan juga ‘proud’ dengan budayanya sendiri, sehingga tujuan dari ‘quality culture’ untuk menunjang ‘quality life’ bagi masyarakat Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya dapat tercapai.</span></strong><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Bagi para seniman sendiri terutama sekali seniman musik gamelan Bali dan juga Tari Bali, akan tertantang untuk ber’kreatifitas’ dan ber’inovasi’ secara optimal, untuk mengangkat hasil karyanya agar memenuhi kwalitas internasional. Hal ini tentunya akan menjadi terobosan bagi perkembangan budaya di </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > khususnya dan di </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="font-family:Arial;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > pada umumnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Perlu juga diungkapkan disini, sampai saat inipun Indonesia belum memiliki sarana Gedung Konser yang memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan seniman dan penonton, seperti yang dikemukakan oleh seorang konduktor musik asal Indonesia yang sudah membuktikan karyanya di manca negara. Di Negara maju, keberadaan gedung konser sudah merupakan salah satu kebutuhan masyarakatnya untuk meningkatkan budayanya sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan bagaimana Jepang dapat mempertahankan dan juga meningkatkan budaya tradisionalnya, misalnya ‘kabuki’, dan juga meng’kreasi’ dan meng’inovasi’ opera barat ke dalam budayanya sendiri, seperti yang dipertunjukkan secara reguler dan terkenal di Jepang bahkan ke manca negara, yaitu Opera Takarazuka di Osaka Jepang. Di seluruh Jepang, dapat dikatakan di setiap kotanya selalu ada minimal satu gedung konser. Dengan tunjangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang intensif maka Jepang dapat mempertahankan dan meningkatkan kwalitas budayanya sendiri setara dengan budaya yang berasal dari barat. Budaya mereka benar-benar sudah menunjukkan ‘tuan di negerinya sendiri’, dan masyarakatnya sangat ‘confidence’ dan ‘proud’ dengan hal itu, sehingga mereka secara positif dan aktif ikut melakukan ‘Konservasi’ dan berpartisipasi untuk mengembangkannya. Penghargaan masyarakatnya atas ‘kreatifitas’ dan ‘inovasi’ sangat tinggi. Hal yang hampir serupa juga berlaku bagi budaya dan masyarakat </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="font-family:Arial;">China</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > dan </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="font-family:Arial;">India</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >. Tulisan dan pendapat tentang hal ini sudah banyak dikemukakan di media-media baik cetak maupun elektronik.<o:p></o:p></span></p> <span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:Arial;font-size:85%;" >Dari penjelasan tersebut di atas, satu pertanyaan yang mesti dijawab adalah apakah <strong><span style="font-family:Arial;">gedung konser musik gamelan </span></strong></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:85%;" ><st1:place><strong><span style="font-family:Arial;">Bali</span></strong></st1:place><strong><span style="font-family:Arial;"> ini diperlukan atau tidak</span></strong></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:Arial;font-size:85%;" >. Pertanyaan tersebut mesti dijawab oleh para seniman gamelan Bali, budayawan, penikmat musik gamelan Bali dan pribadi-pribadi yang terkait dengan usaha untuk meningkatkan kwalitas budaya bangsa, mengingat merekalah ‘stake holder’ utama dari adanya sarana perangkat keras tersebut. Tentunya untuk menjawab hal tersebut diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai arti dan manfaat baik secara fisik maupun moril dari adanya gedung konser gamelan </span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:85%;" ><st1:place><span style="font-family:Arial;">Bali</span></st1:place></span><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:Arial;font-size:85%;" > tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar-seminar, workshop budaya atau juga melalui pembahasan melalui forum diskusi secara elektronik. Semoga bermanfaat … adanya.<br /><a href="http://www.esrnexus.com/advsearch.aspx?txtAuthor=Nyoman"></a><br /><br />Jika ada saran-saran dan masukan, mohon dituliskan di komentar ya.. Terima kasih<br /></span><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan" rel="tag"><img style="border: 0pt none ; vertical-align: middle; margin-left: 0.4em;" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan" alt=" " />Gamelan</a><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan%20Bali" rel="tag"><img style="border: 0pt none ; vertical-align: middle; margin-left: 0.4em;" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan%20Bali" alt=" " />Gamelan Bali</a><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan+Bali" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan+Bali" alt=" " />Gamelan Bali</a>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-30614584806504210502008-08-01T22:58:00.000-07:002008-08-23T03:58:50.217-07:00Objektif Perancangan Akustik dan Peranan ‘Impulse Response’<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikFHfwGgxKPtSDoJfALaEweFx-CCHulh6Zla2BI1ejL83zumtgG16M0Nqi0lKF4LYpPrDBqc9nIBz4kb-a7UrDysqAMVSSAs0YYVUCPVuFdALZ04mDlWXe23MHx6_IUQLluUJR8nkJxr3W/s1600-h/DSCF0014.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikFHfwGgxKPtSDoJfALaEweFx-CCHulh6Zla2BI1ejL83zumtgG16M0Nqi0lKF4LYpPrDBqc9nIBz4kb-a7UrDysqAMVSSAs0YYVUCPVuFdALZ04mDlWXe23MHx6_IUQLluUJR8nkJxr3W/s320/DSCF0014.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5230229458197750882" border="0" /></a><b style=""><span style=";font-size:14;color:maroon;" ><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:100%;" >Objektif Perancangan Akustik dan Peranan ‘Impulse Response’</span><o:p></o:p></span></b></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><o:p> </o:p><br /><b style=""><span style="font-size:11;"><span style="font-size:85%;">Oleh : Komang Merthayasa</span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><o:p> </o:p><span style="color: rgb(0, 0, 102);font-size:85%;" >Perkembangan bisnis sistem tata suara dan juga peranan ilmu akustik untuk menunjang perkembangan rancangan arsitektur dan interior bagi ruangan yang dimanfaat untuk menunjang performansi sistem tata suara, pada saat ini menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan dengan bertambah banyaknya kebutuhan akan ruangan ‘home theatre’ baik itu di ibukota maupun di kota-kota besar lainnya. Perkembangan perangkat sistem tata suara yang menunjang ‘home theatre’ inipun, menjadi pemicu bagi peningkatan minat dan kebutuhan para pengemar audio khususnya dan masyarakat pada umumnya. Perkembangan budaya ‘karaoke’ pun menambah gairah perkembangan kebutuhan akan ruangan yang memiliki kondisi akustik yang memadai untuk kebutuhan tersebut.</span></p><div style="color: rgb(0, 0, 102);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"><span style="font-size:85%;">Apapun bentuk dan jenis ruangan atau ‘venue’ yang membutuhkan perancangan akustik yang tepat, semestinya memiliki objektif untuk menghasilkan medan suara yang sesuai dengan tujuan dan maksud pemanfaatan ruangan atau ‘venue’ tersebut. Sebelum membicarakan objektif tersebut, perlu kita pahami bersama mekanisme dari terjadinya suara dan juga <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span> suara di dalam ruangan.</p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg90OxPyLvs2JMgUVSL4hdlldgOoHjZNzPOFjz9uEnLwGdLKRKj8i86xPEmK7oW1LynFFUtdfq0I4WquintHPGIJ4Ww9ku_eudlSYDR6MyAm7AOslI1Do0vEsUr4C13O1ZEzbW6NBioDAGC/s1600-h/Gambar+1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg90OxPyLvs2JMgUVSL4hdlldgOoHjZNzPOFjz9uEnLwGdLKRKj8i86xPEmK7oW1LynFFUtdfq0I4WquintHPGIJ4Ww9ku_eudlSYDR6MyAm7AOslI1Do0vEsUr4C13O1ZEzbW6NBioDAGC/s320/Gambar+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5232328293977204834" border="0" /></a><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">Gambar 1. Komponen utama terjadinya suara</span><o:p></o:p></span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><o:p> </o:p></b><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Pada Gambar 1, secara sederhana digambarkan bahwa akustik atau terjadinya suara itu menyangkut 3 komponen utama yaitu sumber suara, ruangan/medium dan penerima. Jika salah satu dari ketiga komponen utama tersebut tidak ada, maka suara pun tidak ada. Ketiga komponen utama akustik ini memiliki karakteristik yang dapat dinilai dan diukur baik itu secara </span><b style="color: rgb(0, 0, 102);">objektif</b><span style="color: rgb(0, 0, 102);"> maupun secara </span><b style="color: rgb(0, 0, 102);">subjektif</b><span style="color: rgb(0, 0, 102);">. Penilaian objektif tentunya berdasarkan kepada besaran2 yang bersifat objektif yaitu besaran-besaran fisika, misalnya besaran ‘sound pressure level’ dari sumber suara, besaran waktu dengung ruangan atau juga ‘directivity’ dari mikrophone (dalam hal ini mikrophone bertindak sebagai penerima suara). Sementara itu penilaian subjektif pada umumnya berdasarkan kepada ‘subjective preference’ dari orang yang menilainya, meskipun penilaian yang dilakukan tersebut sering juga didasarkan kepada besaran-besaran fisika, misalnya seseorang lebih menyukai ‘speaker A’ dibandingkan dengan ‘speaker B’ akibat adanya perbedaan karakteristik frekwensi atau juga perbedaan karakteristik dinamiknya. </span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"><span style="font-size:85%;"><b style="">Objektif perancangan akustik<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"><span style="font-size:85%;">Tujuan atau objektif dari perancangan akustik suatu ‘venue’, baik itu ‘indoor’ maupun ‘outdoor’, semestinya menyertakan dan memperhitungkan juga ketiga karakteristik objektif komponen utama akustik tersebut. Pada umumnya, apapun perancangan akustik yang dilakukan, apakah itu perancangan tata suara lengkap, tanpa memberikan ‘acoustics treatment’ pada ‘venue’ di luar ruangan, maupun perancangan akustik ruangan, misalnya perancangan akustik ruang ‘home theatre’ atau studio rekaman, maka tujuan atau objektifnya adalah menghasilkan medan suara yang optimal dan tepat yang dapat didengarkan oleh pendengarnya. <st1:city><st1:place>Medan</st1:place></st1:city> suara yang didengarkan oleh pendengar ini tentunya memiliki karakteristik yang ditentukan oleh besaran-besaran yang bersifat objektif yaitu karakteristik fisika dari <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span> suara.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"><span style="font-size:85%;">Karakteristik <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city> suara yang diterima pendengar dapat dibagi menjadi komponen yang bersifat temporal, yaitu besaran yang dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu. Disamping itu ada juga komponen yang bersifat spatial, yaitu besaran yang dapat dinyatakan dengan dimensi ruang. Jika penerimanya adalah manusia atau orang, bukan mikrophone untuk perekaman misalnya, maka karakteristik <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city> suara yang diterima itu dapat dinyatakan dengan <b style="">4 parameter utama</b> yaitu :</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="">1.<span style="font-weight: bold;"> </span></span><b style=""><span style="color:maroon;">Tingkat pendengaran (<i style="">listening level</i>),</span></b> biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dBA. </span><!--[endif]--></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="">2.<span style="font-weight: bold;"> </span></span><b style=""><span style="color:maroon;">Waktu tunda pantulan awal (<i style="">initial delay time</i>),</span></b> yaitu waktu tunda yang terjadi antara suara langsung dan suara pantulan, </span><!--[endif]--></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="">3. </span><b style=""><span style="color:maroon;">Waktu dengung <i style="">subsequent</i> (<i style="">subsequent reverberation time</i>),</span></b> yaitu waktu dengung yang berhubungan satu-satu dengan posisi sumber suara dan penerima dan </span><!--[endif]--></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="">4.<span style="font-weight: bold;"> </span></span><b style=""><span style="color:maroon;">Korelasi silang sinyal antar kedua telinga (<i style="">inter-aural cross correlation,</i> IACC),</span></b> yaitu besaran yang menyatakan adanya perbedaan sinyal suara yang diterima di telinga kiri dan kanan pendengar. </span><!--[endif]--></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">Tiga parameter utama dari 1 sampai 3 di atas adalah parameter yang bersifat temporal dan besaran ini dapat diukur dengan menggunakan satu channel pengukuran saja, misalnya menggunakan <i style="">sound level meter</i> atau <i style="">frequency analyser</i> 1 channel. Disamping itu, ketiga parameter tersebut memiliki karakteristik yang juga sangat tergantung kepada frekwensi. Sementara parameter utama yang keempat adalah besaran yang bersifat spatial dan hanya dapat diukur dengan menggunakan instrumen <i style="">dual channel</i> dengan memanfaatkan <i style="">dummy head</i>. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dua buah telinga yang posisinya sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi adanya ruang dan juga dapat melokalisasikan posisi dari sumber suara. Adanya ke-empat parameter utama akustik ini, bukan hanya berlaku bagi <st1:city><st1:place>medan </st1:place></st1:city></span>suara di dalam ruangan<span style="font-size:85%;"><st1:city><st1:place></st1:place></st1:city><i style=""> (indoor</i>) tetapi juga berlaku untuk sistem tata suara di luar ruangan (<i style="">outdoor</i>).</span><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">Dari penjelasan di atas, maka objektif perancangan akustik, baik <i style="">indoor</i> maupun <i style="">outdoor</i>, termasuk juga perancangan sistem tata suara dari studio rekaman sampai kepada gedung konser, sudah semestinya dapat memanfaatkan keempat parameter utama ini. Kebutuhan atau tujuan yang dikehendaki oleh ‘klien’ atau ‘owner’ dari ruangan atau ‘venue’ mesti diterjemahkan ke dalam besaran objektif dari keempat parameter tersebut. Sebagai contoh, jika klien menginginkan agar ruangan dapat digunakan sebagai auditorium tanpa menggunakan musik misalnya, maka perancangan akustik mesti menerjemahkan kebutuhan <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city> suara bagi pembicaraan/pidato ini ke dalam besaran-besaran keempat parameter tersebut. Perancang mesti menentukan suatu posisi yang disebut dengan ‘<i style="">design point</i>’ dimana di posisi ini nilai besaran keempat parameter tersebut mesti dirancang berada pada nilai yang ‘optimum’, bagi tujuan pemanfaatan ruangan atau ‘venue’ tersebut. Jika ruangan atau ‘venue’ tersebut cukup luas, maka dapat dibuatkan rancangan ‘<i style="">mapping</i>’ dari besaran keempat parameter tersebut, terutama sekali di daerah dimana penonton atau <i style="">audience</i> berada.</span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">Setelah ‘propose’ nilai keempat parameter tersebut disetujui, dimengerti dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ‘klien’ atau ‘owner’, termasuk juga perlu dikonsultasikan dan didiskusikan tentang ‘appearance’ dari ‘design interior’ atau ‘venue set up’ nya, maka besaran keempat parameter ini dapat diterjemahkan kembali ke dalam besaran2 fisika yang sesuai dan berhubungan dengan arsitektur dan juga design interior. Besaran-besaran itu, misalnya volume ruangan, luas ruangan, ketinggian langit-langit, karakteristik akustik permukaan dinding langit-langit dan juga semua bidang permukaan di dalam ruangan atau di daerah ‘venue’ tersebut. Besaran-besaran inilah yang mesti di’implementasi’<st1:state><st1:place>kan</st1:place></st1:state> oleh pelaksana/kontraktor dan juga ‘sound engineer’ di lapangan. </span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">Setelah pelaksanaan ‘implementasi’ rancangan hampir selesai, maka perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana kondisi objektif di lapangan sudah mendekati atau sesuai dengan besaran-besaran yang di’propose’. Apabila masih terjadi penyimpangan antara kondisi riil dengan kondisi ‘propose’, maka dengan tepat dan cermat pelaksana dilapangan dapat melakukan perbaikan-perbaikan, bahkan dapat memberikan usulan perubahan rancangan kepada perancangnya. <span style=""> </span>Perubahan atau ‘modifikasi’ rancangan inipun perlu juga untuk dikonsultasikan dan didiskusikan terlebih dahulu dengan ‘klien’ ataupun ‘owner’. Sebelum seluruh hasil pekerjaan akhir dari ‘treatment acoustics’ diserah-terimakan kepada ‘klien’ atau ‘owner’, kembali perlu dilakukan pengukuran parameter-parameter tersebut, dimana hal ini akan menunjukkan sejauh mana kesesuaian antara karakteristik objektif dari hasil rancangan dengan karakteristik hasil implementasi rancangan. Dengan demikian maka akan dapat dihindari ‘judgement’ yang sangat bersifat ‘subjective’ dan juga menunjukkan ‘quality product’ dari seluruh proses perancangan akustik tersebut.</span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p><b style="">Impulse Response<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">Salah satu ‘tool’ yang cukup baik dan memadai untuk melakukan ‘verifikasi’ besaran2 keempat parameter akustik seperti yang dijelaskan di atas adalah <b style=""><i style="">impulse response</i></b>. Untuk kondisi akustik di dalam ruangan, fenomenanya dapat dijelaskan dengan menggunakan <b style="">Gambar 2</b> berikut ini.</span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 153);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Di dalam setiap ruangan, maka sinyal suara yang dihasilkan oleh sumber suara akan diterima oleh pendengar atau penerima suara, setelah sinyal suara tersebut menjalar di dalam ruangan. Sinyal suara ini akan mengalami semua proses penjalaran gelombang mekanis di dalam ruangan seperti pantulan, penyerapan dan transmisi oleh permukaan ruangan disamping juga pembelokan gelombang suara oleh permukaan tertentu. Pada posisi penerima, sinyal suara dari sumber suara tersebut diterima dalam bentuk suara langsung dinyatakan dengan </span><b style="color: rgb(0, 0, 153);">L</b><span style="color: rgb(0, 0, 153);"> pada </span><b style="color: rgb(0, 0, 153);">Gambar 2</b><span style="color: rgb(0, 0, 153);">, suara pantulan yang dinyatakan dengan </span><b style="color: rgb(0, 0, 153);">P</b><span style="color: rgb(0, 0, 153);"> dan juga suara dengung yang dinyatakan dengan </span><b style="color: rgb(0, 0, 153);">D</b><span style="color: rgb(0, 0, 153);">. Akibat sifat penjalaran suara yang berupa penjalaran gelombang mekanis dengan kecepatan penjalaran yang jauh-jauh lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan cahaya, maka pada penerimaan ketiga jenis suara tadi akan diterima dengan susunan waktu yang berbeda-beda. Jika sinyal dari sumber suara berupa sinyal impulse yaitu sinyal dengan daya yang cukup besar -- </span><i style="color: rgb(0, 0, 153);">idealnya secara matematis dayanya tidak berhingga-</i><span style="color: rgb(0, 0, 153);">- dan memiliki waktu kejadian yang sangat pendek --</span><i style="color: rgb(0, 0, 153);">idealnya waktu kejadiannya mendekati nol detik</i><span style="color: rgb(0, 0, 153);">-- maka pada penerima akan diterima urutan sinyal impulse yang berjumlah tidak berhingga. Sekuensial sinyal inilah yang disebut dengan ‘response impulse’. Pada masa lalu, sebagai sinyal pemicu impulse digunakan letusan balon atau ledakan pistol kosong, tetapi pada saat ini dengan perkembangan teknologi ‘digital signal processing’, maka digunakanlah suatu sinyal digital yang disebut dengan sinyal ‘maximum length sequence, MLS’. Dengan memanfaatkan teknologi ‘digital signal processing’ tersebut, sinyal impulse yang diterima di kedua telinga pendengar dapat diukur dan hasil proses ini disebut dengan ‘</span><i style="color: rgb(0, 0, 153);">binaural impulse response’</i><span style="color: rgb(0, 0, 153);">. Dari <span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 0, 0);">‘binaural impulse response’</span> inilah, parameter IACC dapat ditentukan. Tentang <span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 0, 0);">fenomena alami dan arti dari IACC</span> ini dan juga hubungannya dengan masalah ‘spatialisasi’ atau ‘kesan ruang’ pada medan suara, akan penulis jelaskan dikesempatan lain. Sebelumnya perlu juga untuk dinyatakan bahwa <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">‘implementasi’ konsep IACC ini juga ikut menentukan pengembangan konsep ‘home theatre’ yang saat ini sudah ada.</span></span> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdvEAMqGyG_wGHEdYzNgORvh0oWXNGp_IwDCJWmIRCZCRrml22JMzhhc_Hd1rrqJkkCN2bWIhppxuAYGtjzdKbd0HgLJGgdnZk8rAOrBo_2mIZdiKnd9wvfsTXthPaEL-U02e1ADhgLO2C/s1600-h/Gambar+2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdvEAMqGyG_wGHEdYzNgORvh0oWXNGp_IwDCJWmIRCZCRrml22JMzhhc_Hd1rrqJkkCN2bWIhppxuAYGtjzdKbd0HgLJGgdnZk8rAOrBo_2mIZdiKnd9wvfsTXthPaEL-U02e1ADhgLO2C/s320/Gambar+2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5232328617910887282" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">Gambar 2. Terjadinya suara langsung (L), pantulan awal (P) dan dengung (D) di dalam suatu ruangan</span><o:p></o:p></span></b></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><o:p></o:p><b style=""><span style="color:maroon;">Implementasi konsep ‘impulse response’ dalam perancangan akustik<o:p></o:p></span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"><span style="font-size:85%;">Dengan memahami, konsep-konsep dasar akustik maka perancangan kondisi akustik untuk setiap ruangan ataupun ‘venue’ dapat dilakukan. Disini akan diberikan bagaimana perancangan akustik dan ‘acoustic treatment’ dari Gereja Sidang Jemaat Allah Bethlehem Bogor yang berlokasi di Jalan Suryakencana, <st1:city><st1:place>Bogor</st1:place></st1:city>. Dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer EASE -- bisa juga dengan memanfaatkan perangkat lunak akustik lainnya seperti CATT Acoustics ataupun ODEON-- sinyal impulse dari mimbar maupun dari audience dapat digambarkan seperi ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6wiKzYCl8Xx7yvGHlQoeYgnK5zZUlyX2ZwBwknxObPjyb6vR_gluxsMf8keBy6cZhLLzBvzq9g1oMGON4IzgpP6dxOkTUFaoRniLJJ3FRiFl1HqN32cUZF-tUSpwlY8OeIqWa0-0YUKtv/s1600-h/EASE0004x.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6wiKzYCl8Xx7yvGHlQoeYgnK5zZUlyX2ZwBwknxObPjyb6vR_gluxsMf8keBy6cZhLLzBvzq9g1oMGON4IzgpP6dxOkTUFaoRniLJJ3FRiFl1HqN32cUZF-tUSpwlY8OeIqWa0-0YUKtv/s320/EASE0004x.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5230228293133539682" border="0" /></a></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">Gambar 3. Sinyal impulse yang dibangkitkan dari posisi mimbar GSJA Bethlehem Bogor</span> </span></b><st1:city><st1:place></st1:place></st1:city><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">(diperoleh dari laporan AcETS, perancang akustik GSJA).</span><b style=""><o:p></o:p></b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeYFKsGM1aYmZOcB6GwYnYUZHUd1gmZE8gM-fKWg-rVSo3CRDcL_sFRO4v-DdA-eovmEEzX_obYyjtQwcYf7wZQbIdDnaxqtIV0rnH2AuhVtZ3rlHrsG78ttPOOuiFLilQeQe2mABrc8u6/s1600-h/EASE0003x.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeYFKsGM1aYmZOcB6GwYnYUZHUd1gmZE8gM-fKWg-rVSo3CRDcL_sFRO4v-DdA-eovmEEzX_obYyjtQwcYf7wZQbIdDnaxqtIV0rnH2AuhVtZ3rlHrsG78ttPOOuiFLilQeQe2mABrc8u6/s320/EASE0003x.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5230228841706676290" border="0" /></a></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">Gambar 4. Sinyal impulse yang dibangkitkan dari posisi jemaat/audience GSJA </span></span></b></span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">Bethlehem Bogor</span></span></b></span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;"> </span></span></b><st1:city><st1:place></st1:place></st1:city><st1:city><st1:place></st1:place></st1:city><b style=""><span style="font-size:10;"> </span></b><span style="font-size:10;"><span style="font-size:85%;">(diperoleh dari laporan AcETS, perancang akustik GSJA).</span><b style=""><o:p></o:p></b></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Dengan bantuan perangkat lunak akustik tersebut, posisi sumber suara perlu ditetapkan dan demikian juga semua karakteristik akustik dari sumber suara tersebut mesti diperhitungkan, misalnya ‘directivity’ dari speaker, ‘frequency response’ nya, karakteristik daya dan sebagainya. Disamping itu, karakteristik akustik ruangan seperti posisi dan karakteristik permukaan-permukaan yang berfungsi untuk menyerap suara, karakteristik spesifik dan posisi ‘Schroeder Diffusor’, reflektor suara dan juga karakteristik akustik ‘audience’ juga mesti diperhitungkan. Selanjutnya, pada semua posisi ‘audience’ dapat diperoleh besaran parameter akustiknya dari hasil perhitungan analisis ‘impulse response’nya. Segala hal yang berhubungan dengan masalah ‘cacat akustik’ baik itu cacat akustik temporal maupun spektral dapat diidentifikasi dan ditanggulangi sejak awal pada tahap perencanaan ini. Perlu juga ditegaskan disini, ‘Schroeder Diffusor’ yang dipasang di GSJA ini, dirancang sepenuhnya oleh perencana, </span><span style="color: rgb(0, 0, 102);">mengingat karakteristik akustik ‘Schroeder Diffusor’ tersebut bersifat unik untuk keperluan yang bersifat ‘customize’</span><span style="color: rgb(0, 0, 102);">. Ini berarti, suatu jenis ‘Schroeder Diffusor’ tertentu hanya berfungsi dengan tepat jika dipasang pada posisi dan ruang yang tertentu pula, sesuai dengan hasil perancangan akustik yang berdasar kepada konsep ‘impulse response’ tersebut. </span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 102);"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Setelah pelaksanaan ‘acoustics treatment’ dikerjakan oleh kontraktor, pengukuran karakteristik akustik ruangan dilakukan dengan mengukur ‘impluse response’nya pada posisi-posisi audience dan juga posisi yang dianggap penting lainnya. ‘Acoustics mapping’ yang diperoleh dari pengukuran ini kemudian digunakan untuk mem’verifikasi’ data ‘Acoustics mapping’ yang di’propose’ pada tahap perancangan dengan batuan perangkat lunak EASE tersebut. Semua hasil proses perancangan dan juga pengukuran ini kemudian dituangkan kedalam dokumen laporan, yang merupakan dokumen penting bagi ‘klien’ atau ‘owner’ untuk keperluan ‘acoustics performance maintenance’ dimasa mendatang.</span> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><o:p><br /></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-82804419780780491042008-08-01T21:22:00.000-07:002008-08-01T21:34:06.638-07:00Maskot Seni Cepung Lombok<span style="font-size:85%;"><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6Jnr_HaHL8IppB-xD0qEumXNZCR64ShrvEOTiVkyJcwKwgLhGAv2DiQrHkikZGrCePteu2HsOUENZdh49NaRnIA-PW8-jOu8Tu3D8qS55GFcCE964WpGkqswLTzKZtL-iA8Jh7fG3L-vM/s1600-h/Maskot+Seni+Cepung+Lombok.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6Jnr_HaHL8IppB-xD0qEumXNZCR64ShrvEOTiVkyJcwKwgLhGAv2DiQrHkikZGrCePteu2HsOUENZdh49NaRnIA-PW8-jOu8Tu3D8qS55GFcCE964WpGkqswLTzKZtL-iA8Jh7fG3L-vM/s320/Maskot+Seni+Cepung+Lombok.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5229773301526576978" border="0" /></a></span></div> <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);font-family:";font-size:100%;" >Bagiada, Maskot Seni Cepung </span><span style="color: rgb(102, 0, 0);font-size:85%;" ><st1:place style="font-weight: bold;"><span style=";font-family:";" ><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >Lombok</span></span></st1:place></span><br /><span style="font-size:85%;"><st1:place style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);"></st1:place></span></div><span style=";font-family:";font-size:85%;" ><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:153pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\TEKNIK~1\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="http://www.kompas.com/data/photo/2008/03/18/2695055p.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--></span><br /></div><span class="tglct" style="font-size:85%;"><span style=";font-family:Arial;" >Selasa, 18 Maret 2008 | </span></span><span style="font-size:85%;"><st1:time minute="47" hour="0"><span class="tglct"><span style=";font-family:Arial;" >00:47</span></span></st1:time></span><span class="tglct" style="font-size:85%;"><span style=";font-family:Arial;" > WIB<br /><a href="http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/18/00474830">http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/18/00474830</a><br /></span></span><span style=";font-family:";font-size:85%;" > </span> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Suara seruling memecah suasana menjelang rembang petang di Dusun Tambangeleh, Desa Kuripan, Kecamatan Kuripan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Bagiada yang bertelanjang dada duduk bersila di depan rumahnya, meraut, membenahi, sambil menjajal suara alat tiup dari bambu yang tengah dikerjakannya.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Niki tiang senjari’ang beraye si melet lalo bedoe suling—Saya lagi bikin suling buat sahabat saya yang ingin sekali punya suling,” ujar I Ketut Bagiada (75), sang peniup suling, yang beberapa bulan terakhir tak lagi bermain cepung di panggung.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >”Ni, sakit lalo (di sini sakit sekali),” ujar Bagiada sambil menunjuk dada dan perut bagian bawah. Ia bercerita, ketika berobat ke dokter, dia dinyatakan sakit mag, lalu disuntik.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >”Setelah disuntik rasanya tenaga saya pulih. Saya bisa becepung lagi. Cuma saya tak bisa seperti dulu semalam suntuk, sekarang cukup sampai jam satu,” katanya.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Cepung di Lombok merupakan seni pandang-dengar, yang mirip macapatan (Jawa Tengah), macaan (Jawa Timur), wawacan (Sunda), baca syair (Riau), dan mabebasan atau mabasan (Bali).<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Pemain cepung terdiri dari enam orang. Masing-masing bertugas memainkan suling, redep (rebab, sejenis alat musik yang digunakan dalam kesenian gambang keromong, Betawi). Kemudian ada pemaos (pembaca naskah lontar), penyokong (pendukung), dan punggawa (penerjemah) naskah Lontar Monyeh sebagai sumber cerita.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Punggawa dan penyokong menirukan irama gamelan dengan mulut. Oleh karena itu, punggawa bersama penyokong menjadi pusat perhatian penonton. Bahkan keduanya bisa disebut ”ruh” teater tutur ini.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Bagiada bolehlah disebut maskot cepung karena memiliki kriteria punggawa yang hingga saat ini belum ada pesaingnya. Kalaupun ada grup baru muncul, selain biasanya berusia seumur jagung, teknik bertutur hingga penguasaan panggung punggawanya juga belum sebaik Bagiada.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >”Bermain cepung adalah bermain dengan hati dan perasaan. Faktor intrinsik orang itu bisa terasah jika diikuti ketekunan. Unsur-unsur itu ada pada Bagiada,” begitu kesan Ida Komang Pasha, penekun seni tabuh Sasak, </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Lombok</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >.<o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size:85%;"><strong><span style=";font-family:Arial;" >Mengatur mimik</span></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Becepung telah melekat pada diri Bagiada. Ia mampu mengatur mimik menurut figur yang dipresentasikan (raja, putri, dan anak-anak). Dalam posisi duduk bersila, dia bisa merajut gerakan tubuh dan tangan bagaikan tengah menari. Ekspresi wajahnya dapat tiba-tiba seram layaknya rona wajah seorang raja yang tengah murka.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Terkadang ia meliuk-liukkan tubuhnya, berlenggang-lenggok dan bertutur kata yang lemah lembut ibarat sosok putri raja. Ia bisa menangis dan cengeng seketika, tertawa dan manja beberapa saat kemudian. Ini menjadikan khalayak penonton tertawa.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Kemampuan Bagiada itu didukung rekannya seperti Amaq Ridin (pemain redep) dan Mamiq Ambar (pemaos). Sebelum sakit, Bagiada biasanya jarang di rumah. Nyaris setiap hari dia memenuhi undangan pentas untuk berbagai acara seperti perkawinan dan khitanan.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Selama 45 tahun ia berkesenian, sebagian besar desa di </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Lombok</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > sudah didatanginya. Bagiada harus berjalan kaki atau naik dokar. Bahkan tak jarang dia mesti menginap demi memenuhi undangan si empunya hajat.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Saking populernya kesenian ini, semasa Orde Baru, Bagiada kerap tampil sebagai ”penyuluh” yang menitipkan pesan-pesan pembangunan, seperti menggalakkan program Keluarga Berencana lewat lelakak (pantun) yang spontan diucapkannya.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Pernah juga pentasnya dihentikan di tengah jalan oleh si empunya hajat. Pasalnya, grup kesenian jangger yang bersamaan pentas dengannya tidak kebagian penonton. Semua orang ingin menyaksikan Bagiada beraksi.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Kali lain, lewat lelakak-nya, Bagiada berlaku sebagai mediator bagi penonton yang dilanda </span><span style="font-size:85%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >asmara</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >. Ia punya cerita tersendiri. Misalnya, Bagiada yang lagi manggung kaget karena dipeluk seorang pemuda, penontonnya. Setelah diusut, penonton itu sedang kasmaran. Untuk kekasihnya yang juga menonton pertunjukan itu, si pemuda minta Bagiada melukiskan isi hatinya.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Bagiada secara spontan juga bisa bersenandung, menunjukkan pantun muda-mudi yang kerap dilontarkan. Katanya, ”piak lingkok taok ku nginem, aku sisir pelapak gedang, timakku tindok ndek ku tidem, si kupikir anak dengan (membuat sumur tempatku minum, aku raut pelepah kates, meski tubuhku tidur terbaring dengan mata terpejam, tapi hatiku memikirkan anak orang lain/pujaan hati)”.<o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size:85%;"><strong><span style=";font-family:Arial;" >Buruh tani</span></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Bagiada seniman tulen yang sebagian besar hidupnya diabdikan pada cepung. Seni becepung diperolehnya dari seniman cepung lain, Ida Wayan Gala (almarhum), pemilik grup tempat ia magang selama beberapa tahun. Sepeninggal gurunya, Bagiada terbenam dalam kesenian yang sekaligus memberi penghasilan baginya.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Terlebih lagi ia tak punya sawah warisan, dan hingga kini sumber pendapatannya yang lain adalah sebagai penyakap, buruh tani yang mengelola sawah orang lain. Dari hasil panen itu, setengah diberikan kepada pemilik tanah dan separuhnya lagi untuk Bagiada menyambung hidup.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Dia mengerjakan tanah seluas 55 are yang ditanami kangkung. Waktu senggang ia gunakan untuk membuat seruling bambu yang dijualnya Rp 15.000-Rp 25.000 per buah, selain membuat pereret—mirip alat tiup klarinet—yang dijual Rp 350.000 per buah.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Sekali tempo, bila ada upacara keagamaan di pura, Bagiada diundang bermain pereret. Dari jasanya itu dia mengantongi uang Rp 90.000-Rp 120.000.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Meski kehidupan sehari-harinya bisa dibilang jauh dari cukup, hal itu tak menyurutkan semangat Bagiada melestarikan cepung. Ketika rekan mainnya tak lagi mampu ”mengamen”, Bagiada berusaha tampil bugar. Bahkan dia membentuk grup baru kendati hanya tahan pentas mulai pukul 21.00 sampai pukul 01.00.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Dulu, ia kerap kali baru menghentikan becepung saat matahari muncul di ufuk timur. Tarif sebesar Rp 700.000-Rp 800.000 yang diterimanya dibagi untuk </span><span style="font-size:85%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >lima</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" > anggota grup.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Jam terbangnya yang tinggi membuat banyak orang berguru kepadanya. Tetapi tidak sedikit murid yang kemudian lupa akan jasanya. Hal itu tak dia pusingkan. Baginya, selama masih ada orang yang mau belajar becepung, berarti kesenian itu tidak punah.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >”Saya ingin diajak main, tapi mereka tidak mau melibatkan saya lagi,” katanya. Akibatnya, grup baru cepung itu pun mati suri, sementara Bagiada tetap populer, baik di kalangan etnis Sasak maupun etnis </span><span style="font-size:85%;"><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Bali</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >.<o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Bagiada dan seni pandang-dengar itu seolah memang tidak bisa dipisahkan....<o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size:85%;"><strong><span style=";font-family:Arial;" >BIODATA</span></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><o:p></o:p></span></p> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Nama: I Ketut Bagiada<br />Usia: 75 tahun<br />Pendidikan: Tidak sekolah<br />Istri: I Komang Aning<br />Anak: I Nengah Sriwati<o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size:85%;"><strong><u><span style=";font-family:Arial;" >Pengalaman:</span></u></strong></span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><o:p></o:p></span></p> <span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" >Pentas di Taman Budaya NTB Mataram<br />Pentas di Institut Kesenian Jakarta sebagai bahan kajian ilmiah<br />Pentas di Denpasar, Bali, tahun 1987<br />Pentas sebagai bahan kajian ilmiah Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia di Taman Budaya Mataram tahun 1997</span><span style="font-size:85%;"><br /></span>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-32843703787118301132008-08-01T20:42:00.000-07:002008-09-13T08:42:49.608-07:00Peningkatan Kualitas Akustik Musik Tradisional Indonesia<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://aa.wrs.yahoo.com/_ylt=A0S0zvmxvZdIgWYB5TjWQwx./SIG=12259hts8/EXP=1217990449/**http%3A//www.flickr.com/photos/zuki12/216393301/"><span style="font-size:78%;"></span><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px;" src="http://aa.wrs.yahoo.com/_ylt=A0S0zvmxvZdIgWYB5TjWQwx./SIG=12259hts8/EXP=1217990449/**http%3A//www.flickr.com/photos/zuki12/216393301/" alt="" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.sou.edu/music/images/gamelan_all_2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px;" src="http://www.sou.edu/music/images/gamelan_all_2.jpg" alt="" border="0" /></a><a href="http://www.sou.edu/music/gamelan.shtml"><span style="font-size:78%;">http://www.sou.edu/music/gamelan.shtml</span></a><br /></div><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://aa.wrs.yahoo.com/_ylt=A0S0zu0nspdIcRsAvB7WQwx./SIG=1251ournm/EXP=1217987495/**http%3A//www.indonesia.no/data/balinese-gamelan.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px;" src="http://aa.wrs.yahoo.com/_ylt=A0S0zu0nspdIcRsAvB7WQwx./SIG=1251ournm/EXP=1217987495/**http%3A//www.indonesia.no/data/balinese-gamelan.jpg" alt="" border="0" /></a><a href="http://www.indonesia.no/data/balinese-gamelan.jpg"><span style="font-size:78%;">http://www.indonesia.no/data/balinese-gamelan.jpg</span></a><br /></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);font-size:100%;" ><br />Peningkatan kualitas akustik musik tradisional Indonesia</span><b style=""><o:p></o:p></b></div> <h3><b><span style="color:navy;">Latar Belakang:<o:p></o:p></span></b></h3> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Symbol;font-size:11;color:navy;" ><span style="">·<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Proposal ini disusun dengan latar belakang </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">Visi ITB</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > yaitu : ITB menjadi lembaga pendidikan tinggi dan </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">pusat pengembangan sains, teknologi dan seni</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > yang </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">unggul, handal dan bermartabat di dunia</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >, yang bersama dengan lembaga terkemuka bangsa </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">menghantarkan masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat dan sejahtera,</span></b><b><span style="color:navy;"> </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >dan juga<b> </b></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">Misi ITB</span></b><b><span style="color:navy;"> </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >yaitu : Memandu perkembangan dan perubahan yang dilakukan oleh masyarakat, dengan jalan <b>melaksanakan tridarma</b> berupa penelitian, pendidikan dan pengabdian masyarakat dengan </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">cara yang inovatif dan bermutu tinggi, serta tanggap terhadap perubahan global dan tantangan lokal</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >. Serta </span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:navy;">Sasaran</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >-nya antara lain : Menjadi perguruan tinggi penelitian dan pengembangan, agar selalu berada di garis depan </span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:maroon;">sains, teknologi dan seni</span></b><b style=""><span style="color:navy;">,</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > melalui peran aktif dalam <b style="">kemajuan keilmuan dunia</b> dan <b style="">kemampuan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk </b></span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:maroon;">meningkatkan kualitas potensi dan keunikan bangsa</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > serta menjadi institusi yang dapat memandu perubahan yang terjadi di masyarakat melalui<b style=""> </b></span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:maroon;">wawasan nilai moral dan etika,</span></b><b style=""><span style="color:navy;"> </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >serta </span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:maroon;">karya pengabdian masyarakat yang berkualitas</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >. Visi ITB tersebut dapat menunjang <b style="">Visi</b> <b style="">Departemen Kebudayaan dan Pariwisata :</b> <span style="">Terwujudnya </span></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">jatidiri bangsa</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >, </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka multikultural</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >, </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">kesejahteraan rakyat</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > dan persahabatan antar bangsa. </span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:maroon;">MISI </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >nya antara lain : Melakukan pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang berlandaskan nilai luhur ; dan melakukan pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Symbol;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">·<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Pada Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009 diungkapkan : Proses globalisasi yang dimotori oleh kemajuan di bidang <i>“Triple T</i>”: <i>Tourism,Telecomunication</i>, dan <i>Transportation </i>telah mendorong berbagai negara mengembangkan ketahanan budaya agar dapat bertahan dari terpaan globalisasi serta mengembangkan pariwisata sebagai usaha kemajuan ekonomi bangsanya. Upaya ini dilakukan berbagai negara, tak terkecuali </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="color:navy;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > terus berupaya mengembangkan kebudayaan dan pariwisata sebagai salah satu andalan Pemerintah dalam memulihkan dari kondisi krisis bangsa. Adapun persoalan dalam pengembangan kebudayaan saat ini adalah <b>bagaimana membangun karakter bangsa </b><b style="">(nation and character building<span style="">), </span></b>serta <b>bagaimana setiap warganegara diberi akses untuk saling mengenal kebudayaan yang berbeda agar dapat hidup berdampingan secara damai </b><b style="">sebagaimana yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa (<i>the founding fathers</i>) dalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945<span style="">. </span></b><span style="">Salah satu<b> prioritas pembangunan kebudayaan </b>diarahkan untuk<b> MENGEMBANGKAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN PADA NILAI-NILAI LUHUR </b>dengan kebijakan yang diarahkan untuk: <span style=""> </span><b>revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai salah satu dasar pengembangan etika pergaulan sosial untuk memperkuat identitas nasional</b>.<b> </b>Salah satu<b> sasaran pengembangan kebudayaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004 – 2009 </b>adalah:<b> Meningkatnya pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya. </b>Selanjutnya <b>secara lebih terfokus sasaran kebudayaan </b>yang telah ditetapkan dalam RPJM tersebut salah satunya adalah<b> :<span style=""> </span>Terwujudnya industri dan karya budaya yang mengacu pada budaya bangsa, dan perlindungan hukum individual dan komunal.<o:p></o:p></b></span></span></p> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Symbol;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">·<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Penilaian dan Kajian Lingkungan Eksternal </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >menunjukkan adanya<b> peluang </b>antara lain:<br /></span></p><ul><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Pengaruh budaya asing dalam era globalisasi akan berdampak positif terhadap ketahanan budaya dengan adanya akulturasi budaya yaitu cirikhas dan identitas kebudayaan semakin berkembang;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Penghargaan dunia atas warisan budaya lokal mampu mengangkat citra dan martabat bangsa dan negara;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Banyaknya lembaga/pihak di luar negeri yang tertarik akan kekayaan budaya bangsa baik berupa benda peninggalan sejarah dan purbakala (benda cagar budaya) maupun tak benda seperti kesenian dan nilai tradisi;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Kemajuan teknologi membuka peluang untuk melestarikan kekayaan budaya bangsa baik berupa benda peninggalan sejarah dan purbakala (benda cagar budaya) maupun tak benda seperti kesenian dan nilai tradisi bagi kesejahteraan masyarakat;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Kekayaan alam dan budaya yang melimpah mampu menjadikan keragaman dan keunikan daya tarik alam dan budaya sebagai magnet untuk mendatangkan wisatawan. </span></li></ul><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><b>Ancaman</b> yang diidentifikasi antara lain :<br /></span><ul><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Kekayaan budaya bangsa baik dalam bentuk benda (<i>tangible</i>) dan yang tak benda (<i>intangible</i>) belum dikelola secara sinergis dalam rangka pembangunan nasional;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >dengan dilaksanakan otonomi daerah, pengelolaan Benda Cagar Budaya oleh daerah menjadi kurang maksimal, hal ini disebabkan antara lain : masalah kemampuan SDM, kapasitas sumber daya dan pendanaan yang terbatas;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Masih kurangnya penghargaan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual di bidang kebudayaan dengan melihat terjadinya hak paten atas karya dari pembajakan karya seni dan film;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Lemahnya SDM pengelola kekayaan budaya baik di tingkat pusat, daerah dan masyarakat;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Pengaruh budaya asing dalam era globalisasi akan berdampak negatif terhadap ketahanan budaya seperti kemungkinan terjadinya erosi ciri khas dan identitas nilai budaya Indonesia;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Lajunya pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter bangsa akan mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya memperlemah jatidiri bangsa (nasional) dan ketahanan budaya;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk dalam negeri masih rendah, antara lain karena keterbatasan informasi;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Maraknya hambatan regulasi akibat Otonomi Daerah yang bertujuan dan berlomba-lomba mengejar dan menaikkan PAD yang terkait dengan perijinan, pajak, dan retribusi daerah;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Pelaksanaan otonomi daerah di bidang kepariwisataan secara penuh dan mandiri di berbagai daerah mempengaruhi lemahnya koordinasi dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan kepariwisataan padahal kegiatan pariwisata memiliki dimensi yang lintas wilayah dan lintas sektor.<o:p></o:p></span></li></ul> <!--[if !supportLists]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Sementara itu <b style="">kekuatan</b> nya antara lain :<br /></span><ul><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Kekayaan nilai budaya bangsa, yang bersumber pada keanekeragaman suku, bahasa, etnis, adat istiadat dan kekayaan nilai budaya lainnya (multikultural -> pluralisme);<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Telah disusun Konsep Pembangunan Berwawasan Kebudayaan, dimana orientasi pembangunan tidak semata-mata berorientasi ekonomi tetapi juga diperlukan sentuhan budaya yang akan menjadi perekat keuntuhan NKRI;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Telah disusun Pedoman Etika Kehidupan Berbangsa yang mengangkat nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa saat ini dan mendatang;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Telah tersedianya Standar, Pedoman teknis, Kriteria, dan Prosedur pengelolaan kebudayaan;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Keragaman seni dan semakin banyaknya keunikan budaya menjadi warisan dunia diantaranya wayang dan keris telah ditetapkan sebagai warisan dunia;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Karena potensi ekonomi pariwisata relatif besar dan menjanjikan untuk meningkatkan lapangan usaha dan lapangan kerja, pemerintah berusaha untuk memberikan kemudahan agar pengusaha tertarik untuk berusaha di bidang pariwisata, dan sebaliknya para pengusaha sendiri berminat cukup besar untuk mengembangkan usahanya di bidang pariwisata, sehingga jumlah usaha pariwisata semakin meningkat;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Dengan Otoda akan meningkatkan kemampuan Pemda untuk membangun destinasi baru khususnya mengembangkan daya tarik wisata baik fisik maupun non fisik;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Peran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang aktif dalam berbagai forum kerjasama Kebudayaan dan Pariwisata di tingkat internasional, regional serta subregional memberikan kesempatan yang luas bagi dukungan masyarakat internasional terhadap pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional.<br /></span></li></ul><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Sedangkan disisi <b style="">kelemahan</b>nya antara lain :<br /></span><ul><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Masih lemahnya apresiasi dan kecintaan terhadap budaya dan produk dalam negeri, antara lain karena kurangnya informasi;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Masih lemahnya peta dan sistem informasi kekayaan budaya berupa peta budaya dan dokumen arsip nasiaonal;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Krisis nilai budaya/jati diri (identitas) nasional, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Masih belum optimalnya implementasi pembangunan berwawasan kebudayaan, tidak mampunya bangsa Indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (<i>nation and character building</i>). Lajunya pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter bangsa telah mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya memperlemah ketahanan budaya;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Masih belum optimalnya implementasi Etika Kehidupan Berbangsa. Kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai-nilai yang dianggap lebih unggul. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Kurang tersosialisasinya Standar, Pedoman teknis, Kriteria, dan Prosedur pengembangan nilai budaya; Kompetensi dan kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan agar mampu melaksanakan program secara optimal dengan kompetensi pelayanan publik yang tinggi;<br /></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Database kebudayaan dan pariwisata yang tersedia belum mampu mendukung kebutuhan dalam proses pengambilan keputusan pembangunan sektor kebudayaan dan pariwisata yang aktual.<o:p></o:p></span></li></ul> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><!--[endif]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Berdasarkan data dan analisa SWOT tersebut maka <b style="">pengembangan</b> yang dilakukan antara lain :<br /></span></p><ul><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Peningkatan pengelolaan kekayaan budaya sebagai upaya melestarikan kebudayaan daerah yang beragam dan kaya atas kebijakan lokal <i>(local wisdom) </i>dan kepakaran lokal <i>(local genius)</i><span style="">;<br /></span></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style="">Pengembangan nilai budaya untuk melestarikan tradisi, budi pekerti dan karakter bangsa sehingga mampu menghadapi perubahan besar yang melanda dunia;<br /></span></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style="">Pengembangan dan Peningkatan daya saing SDM kebudayan dan pariwisata guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dalam rangka meningkatkan daya saing nasional; Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) sehingga mampu memberikan dukungan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan kebudayaan dan pariwisata;<br /></span></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style="">Pengoptimalan kapasitas pusat data dan informasi dalam upaya memperbesar desiminasi informasi pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan kepada masyarakat;<br /></span></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style="">Pengelolaan keragaman budaya yang profesional dan sesuai zaman guna meningkatkan daya resistensi terhadap serbuan budaya global yang deras;<br /></span></span></li><li><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style="">Pengembangan kekayaan budaya dalam upaya meningkatkan kualitas aset budaya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.<o:p></o:p></span></span></li></ul> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Symbol;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">·<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Dengan mengacu pada arah kebijakan pembangunan kebudayaan dan pariwisata yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional serta Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional, program pembangunan kebudayaan dan pariwisata yang akan dilaksanakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2005 – 2009 terdiri atas <b style="">9 program pokok</b>, diantaranya adalah :<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalBullets0" style="margin-left: 72pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Courier;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">o<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Program Pengembangan Nilai Budaya : </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="color:navy;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > atas nilai-nilai budaya yang tumbuh di seluruh daerah sebagai dasar dalam pengembangan yang berwawasan kebudayaan yang dilaksanakan melalui kegiatan pokok, antara lain : Pelaksanaaan Kebijakan Pengembangan Nilai Budaya di seluruh wilayah </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="color:navy;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > dan Pendukungan pengembangan nilai budaya daerah.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalBullets0" style="margin-left: 72pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Courier;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">o<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Program Pengelolaan Keragaman Budaya : </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Program ini terutama ditujukan untuk meningkatkan peranserta dan apresiasimasyarakat di bidang perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan seni dan film melalui kegiatan-kegiatan pokok antara lain : Pengembangan dan Pelestarian Kesenian, Pendukungan pelaksanaan festival/peristiwa budaya daerah dan Pendukungan pengembangan keragaman budaya daerah. <b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="NormalBullets0" style="margin-left: 72pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Courier;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">o<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Program Pengelolaan Kekayaan Budaya : </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Program ini bertujuan untuk meningkatkan upaya-upaya penanaman nilai-nilai kekayaan budaya </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="color:navy;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > dalam kerangka Negara Kesatuan Republik </span><span style="font-size:85%;"><st1:country-region><st1:place><span style="color:navy;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" > melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pokok seperti : Pengembangan Pemahaman Atas Kekayaan Budaya dan Pendukungan pengembangan keragaman budaya daerah.<o:p></o:p></span></p> <p class="NormalBullets0" style="margin-left: 72pt; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:Courier;font-size:85%;color:navy;" ><span style="">o<span style=""> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Program Pengembangan Kemitraan : </span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya dan kerjasama antar lembaga guna mendukung pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pokok, antara lain : Pengembangan kebijakan SDM Kebudayaan dan pariwisata nasional, Peningkatan profesionalisme dan daya saing SDM kebudayaan dan pariwisata, Peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan dan pariwisata dan Pendukungan pengembangan kapasitas pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan daerah.</span><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="NormalBullets0" style="text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style=";font-size:85%;color:navy;" >Dengan latar belakang Visi dan Misi ITB serta Visi dan Misi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, serta program-program pokok yang dituangkan di dalam Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata seperti diuraikan di atas, maka disusunlah Proposal ini dengan judul : </span><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color:maroon;">Peningkatan Kwalitas Akustik Musik Tradisional Indonesia</span></b></span><span style=";font-size:85%;color:navy;" ><o:p></o:p></span></p><h3><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Pendahuluan:<o:p></o:p></span></b></span></h3> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Seperti yang sudah umum diketahui, <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region></span><span style="font-size:85%;"> memiliki kekayaan budaya yang bermacam ragam, disamping adanya bahasa daerah yang berbeda-beda, salah satunya juga dicirikan dengan adanya <b style="">seni musik tradisional</b> yang memiliki keunikan tersendiri. Meskipun memiliki karakteristik tradisional, namun beberapa jenis musik ini sudah cukup<span style=""> </span>dikenal di mancanegara, bahkan ada group/sekehe musik tradisional yang berasal<span style=""> </span>dari luar negeri. Misalnya musik gamelan <st1:place>Bali</st1:place></span><span style="font-size:85%;">, musik Gamelan Jawa, angklung dsbnya. Disamping itu, berbagai jenis musik tradisional inipun sudah cukup sering dipagelarkan di berbagai gedung konser yang cukup terkenal di mancanegara. Namun sampai saat ini, <b style="">tidak ada satupun</b> dari musik tradisional yang memiliki kwalitas seni adi luhung ini <b style="">yang memiliki 'rumah' berupa gedung konser di daerahnya masing-masing.</b><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Bagi penonton hal yang terpenting yang diinginkan adalah <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> akustik hasil dari pagelaran musik tradisional ini. Untuk mencapai kondisi yang optimal dari <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> suara inilah peranan ilmu & teknologi akustik semestinya perlu dilibatkan.<span style=""> </span><b style="">Secara umum dapat dijelaskan bahwa medan suara yang diterima oleh penonton dipengaruhi oleh <span style="color: rgb(153, 0, 0);">faktor spektral, temporal dan spatial dari </span></b><st1:city style="color: rgb(153, 0, 0);"><st1:place><b style="">medan</b></st1:place></st1:city><b style="color: rgb(153, 0, 0);"> suara</b></span><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(153, 0, 0);">.</span> Untuk memperoleh besaran parameter akustik <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> suara dari musik tradisional ini, dapat dilakukan dengan melakukan penelitian psycho & physio-akustik. <b style="color: rgb(0, 0, 153);">Hasil response subjektif dan objektif tersebut dapat digunakan untuk menentukan<span style=""> </span>kondisi </b><st1:city style="color: rgb(0, 0, 153);"><st1:place><b style="">medan</b></st1:place></st1:city><b style="color: rgb(0, 0, 153);"> suara optimum yang diharapkan oleh umumnya penonton di dalam suatu gedung konser</b></span><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">. </span>Dengan mengubah besaran parameter ini menjadi besaran dimensi arsitektur, maka <b style="color: rgb(102, 0, 0);">gedung konser yang 'dedicated' untuk jenis musik tradisional tertentu dapat dilakukan</b><span style="color: rgb(102, 0, 0);">.</span> Hal ini berarti perancangan arsitektur gedung konser tersebut semestinya dapat dilakukan dengan memanfaatkan besaran parameter akustik optimum dari <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> suara. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Disamping faktor ruang gedung konser itu sendiri, <b style="color: rgb(153, 0, 0);">karakteristik akustik dari sumber suara, yaitu alat musiknya sendiri, juga memiliki peran yang sangat penting, disamping musik hasil gubahan senimannya.</b> Sampai saat ini dapat dikatakan bahwa <b style="color: rgb(0, 0, 153);">belum ada standar karakteristik akustik dari masing2 alat musik tradisional </b><st1:country-region style="color: rgb(0, 0, 153);"><st1:place><b style="">Indonesia</b></st1:place></st1:country-region><b style="color: rgb(0, 0, 153);"> ini</b></span><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">.</span> Dengan tiadanya standar akustik ini (sesuai dengan faktor spektral, temporal dan spatialnya) menyebabkan terjadinya kesulitan untuk menentukan kwalitas akustik musik tradisional hasil gubahan seniman itu. Hal ini juga menyebabkan terjadinya kesulitan untuk menentukan besaran optimum parameter <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> suara itu sendiri, mengingat karaketristik sinyal akustik dari musik itu sendiri sangat menentukan besaran parameter akustik optimum tersebut. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Sampai saat ini, pada umumnya karakteristik akustik dari alat musik tradisional ini dan juga proses pembuatan alat musik itu sendiri <b style="color: rgb(51, 0, 51);">sangat tergantung kepada kemampuan pendengaran,<span style=""> </span>pengetahuan dan pengalaman para pembuatnya (empu)</b>. Penilaian subjektif tersebut, diturunkan secara tradisional dari generasi pendahulunya, tanpa disertai dokumentasi teknis yang memadai dan bersifat objektif ( terutama kalau ditinjau dari sisi teknis & karakteristik fisikanya). Oleh karena itu, <b style="color: rgb(102, 0, 0);">perlu dilakukan penelitian dan pengkajian yang bersifat integral, tentang karakteristik akustik alat musik itu<span style=""> </span>sendiri beserta proses pembuatannya, struktur material dan juga struktur pendukungnya</b><span style="color: rgb(102, 0, 0);">.</span> Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan suatu standar dan paten yang semestinya dimiliki oleh masyarakat sendiri (dalam hal ini 'mungkin' dapat dikuasai atau dimiliki oleh negara c.q. Pemerintah, c.q. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata).<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Di sisi pelaksanaan pagelarannya sendiri, <b style="">set-up panggung dan penempatan posisi alat musik itu sendiri belum dirancang dengan memanfaatkan karakteristik parameter akustik dan juga performansi visual yang optimum</b>. Tentunya dengan merancang set-up dan penempatan yang tepat dapat meningkatkan 'preferensi' <st1:city><st1:place>medan</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:85%;"> suara yang diterima oleh penonton. Dalam hal inipun, 'preferensi' yang dituntut penonton dapat diperoleh dengan melakukan <span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 0, 0);">pengujian psiko & physioakustik.</span> <o:p></o:p></span></p><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><o:p></o:p></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Objektif:<o:p></o:p></span></b></span> <ul><li><!--[if !supportLists]--><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >Identifikasi potensi musik tradisional dari masing2 daera</span></li><li style="font-family:arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;">Standar/paten alat musik tradisional dari masing2 daerah</span><!--[endif]--></li><li style="font-family:arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style=""><span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span>Identifikasi karakteristik akustik alat musik tradisional</span><!--[endif]--></li><li style="font-family:arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style=""><span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span>Dokumentasi proses pembuatan/metalurgi alat musik tradisional</span><!--[endif]--></li><li style="font-family:arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style=""><span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span>Identifikasi subjektif/objektif ‘preferensi’ musik tradisional dengan konsep psiko/phisio-acoustics<span style=""> </span></span><!--[endif]--></li><li style="font-family:arial;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style=""><span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span>Perancangan/modeling concert hall yg dedicated untuk masing2 jenis musik tradisional</span><!--[endif]--></li><li><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >Sosialisasi dan inseminsai ‘finding’ dan ‘hasil’</span><span style=";font-family:Arial;font-size:85%;" ><span style="font-family:arial;"> kepada stake holder</span>.</span></li></ul> <p class="NormalBullets2"><span style=";font-family:Symbol;font-size:85%;" ><span style=""><span style=""> </span></span></span><!--[endif]--></p><h3><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Aktivitas<o:p></o:p></span></b></span></h3> <p class="NormalBullets1"> </p><ul><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;">Sosialisasi program & pelatihan2 kpd dinas propinsi dan juga kpd masy stakeholder di masing2 propopinsi</span></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Identifikasi SDM yang memadai</span><!--[endif]--></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Identifikasi kebutuhan & manfaat di masing2 daerah (multi-purpose hall atau concert hall)</span><!--[endif]--></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Penentuan fokus daerah dan jenis musik tradisionalnya</span><!--[endif]--></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Survei dan pengukuran lapangan =>daerah? prospek?</span><!--[endif]--></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Pengukuran & identifikasi data akustik hasil muhibah pagelaran musik tradisional di berbagai gedung konser</span><!--[endif]--></li><li><!--[if !supportLists]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Symbol;"><span style=""><span style=""> </span></span></span>Feasibility study ttg pembangunan concert hall musik tradisional =>ekonomi, sosial, budaya dan dukungan stake holder</span><!--[endif]--></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="">Sustainability development</span></span></li></ul> <p class="NormalBullets1"><span style=";font-family:Symbol;font-size:85%;" ><span style=""><span style=""> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Pentahapan/jadwal :<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="NormalBullets1"><!--[if !supportLists]--> </p><ul><li><span style="font-size:85%;">Koordinasi SDM</span></li><li><span style="font-size:85%;">Sosialisasi & pelatihan kpd stake holder dari masing2 daerah</span></li><li><span style="font-size:85%;">Penentuan musik tradisional yang menjadi objek penelitian</span></li><li><span style="font-size:85%;">Penysunan dan set-up sarara & prasarana survey lapangan</span></li><li><span style="font-size:85%;">Pengukuran lapangan (standar & karakteristik sumber, karakteristik akustik musik, psiko&physio akustik, survey dukungan masyarakat)</span></li><li><span style="font-size:85%;">Sinyal processing, engineering drawing & data verification</span></li><li><span style="font-size:85%;">Analisa data </span></li><li><span style="font-size:85%;">Drafting paten dan standar</span></li><li><span style="font-size:85%;">Analisa potensi kebutuhan kapasitas,dukungan budayawan dan potensi ekonomisnya</span></li><li><span style="font-size:85%;">Architectural/concert hall design</span></li><li><span style="font-size:85%;">Drafting report</span></li><li><span style="font-size:85%;">Finalisasi report</span></li><li><span style="font-size:85%;">Presentasi hasil penelitian di forum nasional dan internasional, disamping sosialisasi kepada institusi terkait, sponsor dan juga investor.</span></li><li><span style="font-size:85%;">Penyusunan draft kebijakan dan blue-print yang terkait dengan implementasi di masing2 daerah </span></li></ul> <h3><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Kebutuhan Sarana/Prasarana:<o:p></o:p></span></b></span></h3> <ul><li><span style="font-size:85%;">Sarana instrumentasi pengukuran (software & hardware)</span></li><li><span style="font-size:85%;">Sarana signal<span style=""> </span>processing</span></li><li><span style="font-size:85%;">Sarana drafting & reporting</span></li><li><span style="font-size:85%;">Fasilitas laboratorium akustik untuk keperluan penelitian Psycho & Physio-acoustics (Fixed & portabel system)</span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Sarana Information Teknologi dan promosi / sosialisasi</span></span></li></ul> <h3><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Budgeting :<o:p></o:p></span></b></span></h3> <ul><li><span style="font-size:85%;">SDM </span></li><li><span style="font-size:85%;">Administrasi, komunikasi & networking</span></li><li><span style="font-size:85%;">Infrastruktur Software + hardware</span></li><li><span style="font-size:85%;">Transportasi (sosialisasi, training, pengukuran & muhibah)</span></li><li><span style="font-size:85%;">Seminar, presentasi & meeting (nasional & internasional)</span></li><li><span style="font-size:85%;">Akomodasi</span></li><li><span style="font-size:85%;">Training (teknis)</span></li><li><span style="font-size:85%;">Pendidikan & beasiswa</span></li><li><span style="font-size:85%;">Promosi + linkage</span></li><li><span style="font-size:85%;">Dukungan sarana & latihan seniman</span></li><li><span style="font-size:85%;">Appresiasi seniman (maestro) dan empu</span></li><li><span style="font-size:85%;">Peningkatan pagelaran & kompetisi</span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="">Outsourcing (adm, tax, konsultan, hukum, paten, teknis)</span></span></li></ul> <h3><span style="font-size:85%;"><b><span style="color:navy;">Key Personel :<o:p></o:p></span></b></span></h3> <ul><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Acousticians<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Signal processing & komputer<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Psycho & Phisio Acoustics<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Architecture & interior design<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Seniman & Budayawan masing2 jenis musik tradisional<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Surveyor Sosial, ekonomi & budaya<o:p></o:p></span></span></li><li><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Administrasi dan managemen</span></span></li></ul> <h3 style="margin-bottom: 6pt;"><b style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:11;color:navy;" >Output dan outcomes :<o:p></o:p></span></b></h3> <ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Peningkatan pengetahuan dan pemahaman keilmuan akustik bagi seniman musik tradisional, budayawan & masyarakat <o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Data tentang seluruh potensi (SDM, 'semangat', peminat & pengembangan/peningkatan kualitas) musik tradisional dari masing-masing daerah<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 51, 102); text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="font-family:Arial;">Standar, 'paten' dan karakteristik akustik dari masing-masing alat musik tradisional <o:p></o:p></span></b></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Dokumentasi ilmiah proses pembuatan masing-masing alat musik tradisional<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Rancangan set-up performansi dari masing2 alat2 musik untuk peningkatan kualitas musiknya<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);font-family:Arial;" >Karakteristik akustik (spektral, temporal dan spatial)</span></b><span style="font-family:Arial;"> yang optimum untuk performansi musiknya<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Arial;">Rancangan dan design arsitektur <span style="color: rgb(0, 51, 102);">dari </span><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);">Gedung Kesenian atau Concert Hall yang </span></b></span><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);">‘</span></b><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);font-family:Arial;" >dedicated</span></b><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);">’</span></b><b style=""><span style="color: rgb(0, 51, 102);font-family:Arial;" > untuk masing-masing jenis musik tradisional.</span></b></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" >Rancangan konsep, renstra, dukungan kerjasama dan kebijakan serta sosialisasi dan promosi.</span></span></li></ul> <span style=";font-family:Arial;font-size:10;" ></span><br /><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan" alt=" " />Gamelan</a><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan Bali" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan Bali" alt=" " />Gamelan Bali</a><br /><a href="http://technorati.com/tag/Angklung" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Angklung" alt=" " />Angklung</a>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-61157046604288227362008-08-01T20:08:00.000-07:002008-08-01T20:32:18.706-07:00Dosen buta aksara ingin punya sanggar<span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 0);"><br /><a href="http://www.bbc.co.uk/indonesian/programmes/story/2008/07/tokohmarsius.shtml">Dosen buta aksara ingin punya sanggar</a></span><br /><span style="font-size:78%;"><span class="bylinename">Rohmatin Bonasir</span><br /><span class="bylinedescription">Produser BBC Siaran Indonesia</span><br /></span><br /><div class="storytext"> <table align="right" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="208"><tbody><tr><td rowspan="2" bgcolor="#ffffff"><img src="http://www.bbc.co.uk/f/t.gif" alt="" border="0" height="1" width="5" /></td> <td> <br /></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: center;"><img src="http://www.bbc.co.uk/worldservice/images/2008/07/20080706150519_44647087_11chengap226i.jpg" alt="Marsius sedang mengajar praktek musik Batak Toba di USU" height="152" width="203" /><br /><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-size:85%;" >Marsius sedang mengajar praktek musik Batak Toba di USU</span><br /></div></div><b><br />Seorang dosen musik tradisional Batak Toba yang tidak paham membaca dan menulis, berkeinginan untuk mendirikan sanggar seni sebagai upaya untuk melestarikan musik asli tanah kelahirannya.</b></div> <p class="storytext">"Sayang sekali nanti tak ada lagi anak-anak yang mengetahui tradisi ini. Saya coba mengajari anak-anak di kampung sekali seminggu, tapi tidak ada gairahnya," kata Marsius Sitohang kepada BBC Siaran Indonesia. </p> <p class="storytext">Pak Marsius, yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 2 Sekolah Dasar di Pulau Samosir, kini mengajar musik tradisional Batak Toba, di jurusan Etnomusikologi, Universitas Sumatra Utara. </p>Dia mengaku merasa sedih karena generasi muda tidak lagi menekuni musik tradisional Batak Toba, yang biasa digunakan untuk mengiringi suara maupun tarian pada acara-acara keagamaan, upacara adat dan hiburan.<br /><br /><p class="storytext">Oleh karena, begitu ada tawaran untuk menjadi dosen luar biasa, Marsius menyanggupi tawaran itu, meski dia tidak bisa membaca dan menulis. </p> <p class="storytext">"Mahasiswa di sini tidak sombong dan mereka pengertian atas kondisi saya," tambah Marsius.</p> <p class="storytext">Tawaran untuk menjadi dosen tersebut muncul setelah Marsius menampilkan beberapa lagu untuk mengisi sebuah seminar di Medan pada tahun 1985.<br /></p><div style="text-align: center; font-weight: bold; color: rgb(153, 0, 0);"><span style="font-size:100%;">"Sayang sekali nanti tak ada lagi anak-anak yang mengetahui tradisi ini" - Marsius Sihotang</span></div><p class="storytext">Kisah <b>Marsius Sitohang</b> telah diudarakan dalam acara <b>Tokoh BBC Siaran Indonesia, Minggu, 27 Juli 2008, siaran pukul 05.30 WIB.</b></p> <p class="storytext"><i>Versi panjang Tokoh BBC Siaran Indonesia dengan tamu dosen luar biasa, Marsius Sitohang, bisa anda ikuti Senin, 28 Juli 2008, pukul 06.00 WIB melalui sejumlah radio FM mitra BBC.</i></p><div style="text-align: center; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-size:85%;">MARSIUS SITOHANG</span></div><div style="text-align: center;"><img src="http://www.bbc.co.uk/worldservice/images/2008/07/20080706152515marsiusinterview203152.jpg" alt="Marsius ketika wawancara dengan Rohmatin Bonasir" /><br /><div style="color: rgb(0, 0, 153);" class="inlineboxfact"><span style="font-size:78%;">Lahir, 1 April 1953, di Kampung Talipi, Samosir</span></div> <div style="color: rgb(0, 0, 153);" class="inlineboxfact"><span style="font-size:78%;">Putus sekolah saat kelas 2 SD</span></div> <div style="color: rgb(0, 0, 153);" class="inlineboxfact"><span style="font-size:78%;">Umur 10 tahun bergabung dengan grup opera</span></div> <div style="color: rgb(0, 0, 153);" class="inlineboxfact"><span style="font-size:78%;">Menarik becak selama satu tahun</span></div> <div style="color: rgb(0, 0, 153);" class="inlineboxfact"><span style="font-size:78%;">Dosen USU mulai tahun 1985</span></div><br /> </div><p class="storytext"><b>Pinjam suling</b></p> <p class="storytext">Marsius Sitohang lahir dari kalangan keluarga pemain opera tradisional Batak yang sering bepergian ke luar kota.</p><p class="storytext">Ayahnya menugaskan Marsius kecil untuk menggembali kerbau di kampungnya, Talipi, Samosir. </p> <p class="storytext">Pada saat menggembala kerbau, dia meminjam suling, salah satu alat musik tradisional Batak Toba. </p> <p class="storytext">"Aku dengar ada orang yang memakai suling, kok enak suaranya. Tolonglah aku pakai dulu. Lalu aku tiup-tiuplah seruling itu," tutur Marsius tentang awal mula dia menekuni musik tradisional terutama suling. </p> <p class="storytext">Dengan bekal kemahiran meniup <i>sulim</i> - seruling tradisional Batak, Marsius Sitohang telah mengunjungi beberapa negara di benua Asia, Eropa, dan Amerika di sela-sela tugasnya menjadi staff pengajar di USU, Medan. </p> <p class="storytext">Dia juga beberapa kali dipercaya menggarap musik untuk pertunjukan opera Batak.</p><br /><p class="storytext"><br /></p><p class="storytext"><br /></p>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-424142940961451245.post-15651126929150797972008-03-09T03:17:00.000-07:002008-08-30T06:29:15.667-07:00Spatial Factor of Sound Fields for Gamelan Bali Concert hallAbstract :<br /><br /><span style="font-family:arial;">In order to find out the most suitable conditions of sound fields in Gamelan Bali Concert Hall, a serial investigations has been </span><span style="font-family:arial;">conducted concerning variation of the spatial and temporal parameters of Gamelan Bali sound fields. The subjective judgement </span><span style="font-family:arial;">test according to Ando's Theory [1] was performed to a group of subjects by varying the value of Interaural Crosscorrelation</span> <span style="font-family:arial;">(IACC) of sound fields while the temporal factors was kept at the same conditions. Using a piece of oleg tambulilingan as a </span><span style="font-family:arial;">music signal, the results show that all subjects mostly preferred the small value of IACC. These results confirm Ando's theory, </span><span style="font-family:arial;">but at some conditions to achieve the same subjective preference, Gamelan Bali Music need more spatial Concert Hall compared </span><span style="font-family:arial;">with classical music of motif A</span><br /><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan" alt=" " />Gamelan</a><br /><a href="http://technorati.com/tag/Gamelan Bali" rel="tag"><img style="border:0;vertical-align:middle;margin-left:.4em" src="http://static.technorati.com/static/img/pub/icon-utag-16x13.png?tag=Gamelan Bali" alt=" " />Gamelan Bali</a>Komang Merthayasahttp://www.blogger.com/profile/14823528850451626045noreply@blogger.com0