‘Gamelan Bali ’ International Concert Hall, Apakah diperlukan..?
Dr.Ir. I Gde Nyoman Merthayasa M.Eng.
Sudah diketahui secara umum bahwa, Concert Hall atau Gedung Konser adalah suatu bangunan yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan dan pegelaran konser musik. Sesuai dengan tujuannya maka hal-hal teknis utama yang diperlukan adalah kondisi akustik di dalam gedung konser tersebut, baik secara objektif maupun subjektif mesti berada pada kondisi optimal sesuai dengan tuntutan pemusik maupun penonton/audience nya. Gedung konser merupakan hasil inovasi arsitektur dari budaya barat yang secara teknis memang ditujukan untuk menunjang budaya seni musik. Sejarahnya dimulai sejak awal abad ke 19 dimulai dengan bangunan berupa amphitheater, colloseoum, gedung opera baru kemudian gedung konser. Perkembangannya ini juga seiiring dengan perkembangan ilmu akustik dan juga arsitektur. Pada jaman modern ini, gedung konser sudah merupakan hasil inovasi mutakhir dari berbagai teknologi, ilmu pengetahuan dan seni musik itu sendiri.
Pada umumnya, gedung konser dibangun untuk berfungsi dalam jangka waktu yang lama dan bersifat monumental untuk menunjang pengembangan dan kemajuan budaya terutama sekali seni budaya musik (termasuk juga nyanyi dan tari). Karena berfungsi untuk jangka waktu lama maka perancangan gedung konser mesti tahan gempa, memenuhi persyaratan arsitektur yang sesuai dengan lokasi, budaya, kondisi fisik lingkungannya dan mendapat dukungan sosial, materiil dan moril dari masyarakatnya. Hal ini juga disebabkan oleh karakteristiknya sebagai bangunan monumental yang secara umum akan menjadi lambang perjalanan sejarah budaya dan karakteristik masyarakat di daerahnya. Bahkan, gedung konser juga dapat menjadi suatu “landmark” dari suatu daerah atau bangsa, seperti Sidney Opera House misalnya. Sementara itu, karena tuntutan kompleksitas dan ketelitian kondisi akustik di dalamnya, maka bagi para ahli akustik, gedung konser ini bisa diibaratkan sebagai alat musik raksasa. Ungkapan ini secara objektif dapat dipahami mengingat hasil kondisi suaranya mempunyai karakteristik yang khas dan unik sehingga dapat dikatakan seorang penonton tidak akan pernah mendengarkan suara yang ‘sama’ di tempat dan waktu lainnya di dunia. Disinilah keterpaduan antara berbagai bidang ilmu, teknologi dan seni yang sebenar-benarnya mesti dilaksanakan sehingga dapat menghasilkan berbagai dampak yang positif bagi masyarakat.
Mengingat kondisi akustik di dalam ruangan menjadi tujuan utamanya, maka pada umumnya gedung konser bersifat tertutup dengan maksud agar dapat menghilangkan pengaruh bising dari lingkungan komunitasnya. Karena ketertutupannya itu, gedung konser mesti dilengkapi dengan sistem tata udara sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung atau penontonnya untuk berkonsentrasi mendengarkan pertunjukan musik yang dipegelarkan. Faktor kenyamanan ini juga menjadi salah satu tujuan dari gedung konser tersebut, sehingga orang yang datang untuk menonton konser benar2 terpenuhi tujuan utamanya. Tentunya ketertutupan tersebut juga dimaksudkan agar pegelaran dan juga penonton tidak terganggu akibat cuaca panas terik matahari atau hujan. Perkembangan teknologi elektro-akustik, dalam bentuk alat musik elektronik dan juga sistem tata suara elektronik juga membantu perkembangan rancangan gedung konser. Tetapi, untuk pagelaran musik dengan alat musik non-elektronik, apresiasi terhadap gedung konser tanpa sistem tata suara elektronik tetap tinggi, mengingat ke’asli’an dan ke’alami’an dari suara musik yang dihasilkannya.
Sementara itu, musik gamelan
Kesempatan untuk dipegelarkan di gedung konser internasional secara tidak langsung sebenarnya dapat meningkatkan ‘confidence’ dan juga ‘prideness’ dari pemusik-pemusik gamelan Bali tersebut, tetapi secara langsung belum dapat meningkatkan kesan yang sama kepada masyarakatnya di daerahnya sendiri. Hal ini karena masyarakatnya sendiri, sebagai pendukung utama budaya seni ini, belum pernah merasakan langsung peningkatan kwalitas hasil kreasi dan inovasi mereka sendiri, karena mereka belum memiliki gedung konser yang memenuhi persyaratan untuk meningkatkan kwalitas musik gamelan
Dari segi ilmu akustik, musik gamelan
Secara umum, kondisi fisik dari
Komponen kedua yang mempengaruhi adalah adanya waktu tunda dari sampainya suara pantulan pertama akibat bidang bagian dalam ruangan gedung konser misalnya dinding, panggung atau langit-langit dibandingkan suara langsung yang diterima penonton dari masing-masing alat musiknya sendiri. Faktor ini secara psikologis dapat menyebabkan penonton merasakan arah suara dan juga ‘kelebaran’ dari sumber suara itu sendiri.
Komponen ketiga yang mempengaruhi adalah adanya waktu dengung ruangan yang dirasakan oleh masing2 penonton di tempat duduknya. Karakteristik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dimensi, ukuran, kapasitas tempat duduk, jumlah penonton dan juga karakteristik material bangunan pembentuk interior gedung konser itu sendiri. Penonton akan merasakan dirinya di’selimuti’ oleh keindahan dan keagungan musik yang dipegelarkan, yang sebenarnya secara teknis tidak dapat mereka rasakan selain mereka menghadiri atau menonton konser secara langsung. Hal ini juga menyebabkan penonton secara subjektif akan lebih ingin menonton konser secara langsung dibandingkan dengan mendengarkan suara rekaman secara elektronik, dengan sistem perekaman dan pemutar ulang paling canggih dan mahal sekalipun.
Komponen keempat atau terakhir adalah kondisi suara yang diterima berbeda antara telinga kiri dan kanan masing-masing penonton. Perbedaan ini menyebabkan penonton ‘merasakan ruang’ dari gedung konser itu sendiri. Hal inilah sebenarnya yang menjadi dasar perasaan ’stereo’ yang tertanam di dalam hasil rekaman elektronik.
Ketiga faktor pertama yang dijelaskan di atas merupakan besaran fisik yang tergantung kepada komponen temporal dan spektral dari
Kombinasi semua faktor-faktor tersebut di atas, dimanfaatkan secara elektronik dan dipasarkan secara luas dengan nama ‘home theatre’, walaupun pada kenyataannya medan suara yang dihasilkan oleh peralatan ini sebenarnya hanya untuk ‘menipu’ telinga manusia saja. Salah satu akibatnya misalnya adalah adanya kesan bahwa mendengarkan suara dari ‘home theatre’ lebih baik dibandingkan dengan mendengarkan konser secara langsung.
Pemanfaatan kondisi akustik yang memenuhi persyaratan dan berkwalitas bagi pengunjung atau penghuni gedung atau setiap ruangan sebenarnya mesti sudah tertanam di dalam rancangan awal dari arsitektur bangunan atau gedung-gedung itu. Tetapi kenyataan yang ada, kemungkinan karena faktor biaya dan alasan teknis lainnya, sering sekali kondisi akustik yang baik bagi suatu ruangan ini diabaikan saja. Misalnya hal ini terjadi pada pembangunan suatu auditorium dimana komponen perancangan akustiknya sejak awal tidak dilibatkan. Hasilnya, adalah terjadinya cacat akustik yang pada akhirnya menyebabkan dilakukannya renovasi arsitektur atau desain interior ruangan.
Secara akustik, suatu gedung konser mesti dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan ‘preference’ dari penonton. ‘Preference’ ini sangat bersifat subjektif, seperti contohnya kacamata yang memiliki ukuran yang unik untuk masing-masing orang. Melalui penelitian yang intensif oleh peneliti-peneliti Jepang, Eropa dan Amerika, maka besarnya nilai keempat parameter yang disebutkan di atas untuk memperoleh ‘preference’ umum optimal untuk gedung konser bagi jenis musik-musik tertentu sudah dapat diperoleh.
Sementara itu, penelitian untuk menentukan kondisi optimum dari parameter akustik yang diperlukan bagi konser musik gamelan Bali, telah penulis lakukan dan salah satu hasil penelitian tersebut telah disebutkan di atas, yaitu musik gamelan Bali ‘lebih memerlukan nilai spatial ruang konser’ dibandingkan dengan musik klasik. Dengan nilai-nilai parameter optimum tersebut, maka dapat dirancang gedung konser yang khusus dan bersifat unik untuk musik gamelan
Gedung Konser Gamelan
Bagi para seniman sendiri terutama sekali seniman musik gamelan Bali dan juga Tari Bali, akan tertantang untuk ber’kreatifitas’ dan ber’inovasi’ secara optimal, untuk mengangkat hasil karyanya agar memenuhi kwalitas internasional. Hal ini tentunya akan menjadi terobosan bagi perkembangan budaya di
Perlu juga diungkapkan disini, sampai saat inipun Indonesia belum memiliki sarana Gedung Konser yang memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan seniman dan penonton, seperti yang dikemukakan oleh seorang konduktor musik asal Indonesia yang sudah membuktikan karyanya di manca negara. Di Negara maju, keberadaan gedung konser sudah merupakan salah satu kebutuhan masyarakatnya untuk meningkatkan budayanya sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan bagaimana Jepang dapat mempertahankan dan juga meningkatkan budaya tradisionalnya, misalnya ‘kabuki’, dan juga meng’kreasi’ dan meng’inovasi’ opera barat ke dalam budayanya sendiri, seperti yang dipertunjukkan secara reguler dan terkenal di Jepang bahkan ke manca negara, yaitu Opera Takarazuka di Osaka Jepang. Di seluruh Jepang, dapat dikatakan di setiap kotanya selalu ada minimal satu gedung konser. Dengan tunjangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang intensif maka Jepang dapat mempertahankan dan meningkatkan kwalitas budayanya sendiri setara dengan budaya yang berasal dari barat. Budaya mereka benar-benar sudah menunjukkan ‘tuan di negerinya sendiri’, dan masyarakatnya sangat ‘confidence’ dan ‘proud’ dengan hal itu, sehingga mereka secara positif dan aktif ikut melakukan ‘Konservasi’ dan berpartisipasi untuk mengembangkannya. Penghargaan masyarakatnya atas ‘kreatifitas’ dan ‘inovasi’ sangat tinggi. Hal yang hampir serupa juga berlaku bagi budaya dan masyarakat
Jika ada saran-saran dan masukan, mohon dituliskan di komentar ya.. Terima kasih
Gamelan
Gamelan Bali
Gamelan Bali
1 komentar:
Pak Komang,
Tulisan dan Ide yang sangat bagus sekali... bravo, mudah2an bisa diimplementasikan agar bangsa kita bisa menjadi lebih "Percaya Diri" dan menjadi lebih "berbudaya atau civilised" seperti bangsa2 yang sudah maju ya.. Misalnya seperti bangsa JEPANG yang sangat MENGHARGAI dan MENCINTAI Budaya Tradisionalnya, misalnya dengan bertambah majunya budaya musik tradisionalnya.
Satu pertanyaan yang mengusik diri saya Pak.. Apakah budayawan kita memiliki pengetahuan dan kemauan untuk mengimplementasikan Teknologi maju ini ke dalam upaya peningkatan kreativitas dan inovasi mereka..???
Bagaimana juga dengan musik Gamelan lainnya, misalnya Gamelan Jawa (Solo atau Jogyakarta), Gamelan Sunda, Angklung (musik ini khas sekali milik bangsa Indonesia yang sempat 'diakui' secara memalukan sekali oleh Malaysia) dan juga musik tradisional lainnya..
Terima kasih Pak.. maju terus ya, mudah2an semangatnya menjalar juga ke budayawan..
Salam,
Yoi
Posting Komentar