Jumat, 01 Agustus 2008

Objektif Perancangan Akustik dan Peranan ‘Impulse Response’

Objektif Perancangan Akustik dan Peranan ‘Impulse Response’


Oleh : Komang Merthayasa

Perkembangan bisnis sistem tata suara dan juga peranan ilmu akustik untuk menunjang perkembangan rancangan arsitektur dan interior bagi ruangan yang dimanfaat untuk menunjang performansi sistem tata suara, pada saat ini menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan dengan bertambah banyaknya kebutuhan akan ruangan ‘home theatre’ baik itu di ibukota maupun di kota-kota besar lainnya. Perkembangan perangkat sistem tata suara yang menunjang ‘home theatre’ inipun, menjadi pemicu bagi peningkatan minat dan kebutuhan para pengemar audio khususnya dan masyarakat pada umumnya. Perkembangan budaya ‘karaoke’ pun menambah gairah perkembangan kebutuhan akan ruangan yang memiliki kondisi akustik yang memadai untuk kebutuhan tersebut.

Apapun bentuk dan jenis ruangan atau ‘venue’ yang membutuhkan perancangan akustik yang tepat, semestinya memiliki objektif untuk menghasilkan medan suara yang sesuai dengan tujuan dan maksud pemanfaatan ruangan atau ‘venue’ tersebut. Sebelum membicarakan objektif tersebut, perlu kita pahami bersama mekanisme dari terjadinya suara dan juga medan suara di dalam ruangan.

Gambar 1. Komponen utama terjadinya suara

Pada Gambar 1, secara sederhana digambarkan bahwa akustik atau terjadinya suara itu menyangkut 3 komponen utama yaitu sumber suara, ruangan/medium dan penerima. Jika salah satu dari ketiga komponen utama tersebut tidak ada, maka suara pun tidak ada. Ketiga komponen utama akustik ini memiliki karakteristik yang dapat dinilai dan diukur baik itu secara objektif maupun secara subjektif. Penilaian objektif tentunya berdasarkan kepada besaran2 yang bersifat objektif yaitu besaran-besaran fisika, misalnya besaran ‘sound pressure level’ dari sumber suara, besaran waktu dengung ruangan atau juga ‘directivity’ dari mikrophone (dalam hal ini mikrophone bertindak sebagai penerima suara). Sementara itu penilaian subjektif pada umumnya berdasarkan kepada ‘subjective preference’ dari orang yang menilainya, meskipun penilaian yang dilakukan tersebut sering juga didasarkan kepada besaran-besaran fisika, misalnya seseorang lebih menyukai ‘speaker A’ dibandingkan dengan ‘speaker B’ akibat adanya perbedaan karakteristik frekwensi atau juga perbedaan karakteristik dinamiknya.

Objektif perancangan akustik

Tujuan atau objektif dari perancangan akustik suatu ‘venue’, baik itu ‘indoor’ maupun ‘outdoor’, semestinya menyertakan dan memperhitungkan juga ketiga karakteristik objektif komponen utama akustik tersebut. Pada umumnya, apapun perancangan akustik yang dilakukan, apakah itu perancangan tata suara lengkap, tanpa memberikan ‘acoustics treatment’ pada ‘venue’ di luar ruangan, maupun perancangan akustik ruangan, misalnya perancangan akustik ruang ‘home theatre’ atau studio rekaman, maka tujuan atau objektifnya adalah menghasilkan medan suara yang optimal dan tepat yang dapat didengarkan oleh pendengarnya. Medan suara yang didengarkan oleh pendengar ini tentunya memiliki karakteristik yang ditentukan oleh besaran-besaran yang bersifat objektif yaitu karakteristik fisika dari medan suara.

Karakteristik medan suara yang diterima pendengar dapat dibagi menjadi komponen yang bersifat temporal, yaitu besaran yang dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu. Disamping itu ada juga komponen yang bersifat spatial, yaitu besaran yang dapat dinyatakan dengan dimensi ruang. Jika penerimanya adalah manusia atau orang, bukan mikrophone untuk perekaman misalnya, maka karakteristik medan suara yang diterima itu dapat dinyatakan dengan 4 parameter utama yaitu :

1. Tingkat pendengaran (listening level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dBA.

2. Waktu tunda pantulan awal (initial delay time), yaitu waktu tunda yang terjadi antara suara langsung dan suara pantulan,

3. Waktu dengung subsequent (subsequent reverberation time), yaitu waktu dengung yang berhubungan satu-satu dengan posisi sumber suara dan penerima dan

4. Korelasi silang sinyal antar kedua telinga (inter-aural cross correlation, IACC), yaitu besaran yang menyatakan adanya perbedaan sinyal suara yang diterima di telinga kiri dan kanan pendengar.

Tiga parameter utama dari 1 sampai 3 di atas adalah parameter yang bersifat temporal dan besaran ini dapat diukur dengan menggunakan satu channel pengukuran saja, misalnya menggunakan sound level meter atau frequency analyser 1 channel. Disamping itu, ketiga parameter tersebut memiliki karakteristik yang juga sangat tergantung kepada frekwensi. Sementara parameter utama yang keempat adalah besaran yang bersifat spatial dan hanya dapat diukur dengan menggunakan instrumen dual channel dengan memanfaatkan dummy head. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dua buah telinga yang posisinya sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi adanya ruang dan juga dapat melokalisasikan posisi dari sumber suara. Adanya ke-empat parameter utama akustik ini, bukan hanya berlaku bagi medan suara di dalam ruangan (indoor) tetapi juga berlaku untuk sistem tata suara di luar ruangan (outdoor).

Dari penjelasan di atas, maka objektif perancangan akustik, baik indoor maupun outdoor, termasuk juga perancangan sistem tata suara dari studio rekaman sampai kepada gedung konser, sudah semestinya dapat memanfaatkan keempat parameter utama ini. Kebutuhan atau tujuan yang dikehendaki oleh ‘klien’ atau ‘owner’ dari ruangan atau ‘venue’ mesti diterjemahkan ke dalam besaran objektif dari keempat parameter tersebut. Sebagai contoh, jika klien menginginkan agar ruangan dapat digunakan sebagai auditorium tanpa menggunakan musik misalnya, maka perancangan akustik mesti menerjemahkan kebutuhan medan suara bagi pembicaraan/pidato ini ke dalam besaran-besaran keempat parameter tersebut. Perancang mesti menentukan suatu posisi yang disebut dengan ‘design point’ dimana di posisi ini nilai besaran keempat parameter tersebut mesti dirancang berada pada nilai yang ‘optimum’, bagi tujuan pemanfaatan ruangan atau ‘venue’ tersebut. Jika ruangan atau ‘venue’ tersebut cukup luas, maka dapat dibuatkan rancangan ‘mapping’ dari besaran keempat parameter tersebut, terutama sekali di daerah dimana penonton atau audience berada.

Setelah ‘propose’ nilai keempat parameter tersebut disetujui, dimengerti dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ‘klien’ atau ‘owner’, termasuk juga perlu dikonsultasikan dan didiskusikan tentang ‘appearance’ dari ‘design interior’ atau ‘venue set up’ nya, maka besaran keempat parameter ini dapat diterjemahkan kembali ke dalam besaran2 fisika yang sesuai dan berhubungan dengan arsitektur dan juga design interior. Besaran-besaran itu, misalnya volume ruangan, luas ruangan, ketinggian langit-langit, karakteristik akustik permukaan dinding langit-langit dan juga semua bidang permukaan di dalam ruangan atau di daerah ‘venue’ tersebut. Besaran-besaran inilah yang mesti di’implementasi’kan oleh pelaksana/kontraktor dan juga ‘sound engineer’ di lapangan.

Setelah pelaksanaan ‘implementasi’ rancangan hampir selesai, maka perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana kondisi objektif di lapangan sudah mendekati atau sesuai dengan besaran-besaran yang di’propose’. Apabila masih terjadi penyimpangan antara kondisi riil dengan kondisi ‘propose’, maka dengan tepat dan cermat pelaksana dilapangan dapat melakukan perbaikan-perbaikan, bahkan dapat memberikan usulan perubahan rancangan kepada perancangnya. Perubahan atau ‘modifikasi’ rancangan inipun perlu juga untuk dikonsultasikan dan didiskusikan terlebih dahulu dengan ‘klien’ ataupun ‘owner’. Sebelum seluruh hasil pekerjaan akhir dari ‘treatment acoustics’ diserah-terimakan kepada ‘klien’ atau ‘owner’, kembali perlu dilakukan pengukuran parameter-parameter tersebut, dimana hal ini akan menunjukkan sejauh mana kesesuaian antara karakteristik objektif dari hasil rancangan dengan karakteristik hasil implementasi rancangan. Dengan demikian maka akan dapat dihindari ‘judgement’ yang sangat bersifat ‘subjective’ dan juga menunjukkan ‘quality product’ dari seluruh proses perancangan akustik tersebut.

Impulse Response

Salah satu ‘tool’ yang cukup baik dan memadai untuk melakukan ‘verifikasi’ besaran2 keempat parameter akustik seperti yang dijelaskan di atas adalah impulse response. Untuk kondisi akustik di dalam ruangan, fenomenanya dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2 berikut ini.

Di dalam setiap ruangan, maka sinyal suara yang dihasilkan oleh sumber suara akan diterima oleh pendengar atau penerima suara, setelah sinyal suara tersebut menjalar di dalam ruangan. Sinyal suara ini akan mengalami semua proses penjalaran gelombang mekanis di dalam ruangan seperti pantulan, penyerapan dan transmisi oleh permukaan ruangan disamping juga pembelokan gelombang suara oleh permukaan tertentu. Pada posisi penerima, sinyal suara dari sumber suara tersebut diterima dalam bentuk suara langsung dinyatakan dengan L pada Gambar 2, suara pantulan yang dinyatakan dengan P dan juga suara dengung yang dinyatakan dengan D. Akibat sifat penjalaran suara yang berupa penjalaran gelombang mekanis dengan kecepatan penjalaran yang jauh-jauh lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan cahaya, maka pada penerimaan ketiga jenis suara tadi akan diterima dengan susunan waktu yang berbeda-beda. Jika sinyal dari sumber suara berupa sinyal impulse yaitu sinyal dengan daya yang cukup besar -- idealnya secara matematis dayanya tidak berhingga-- dan memiliki waktu kejadian yang sangat pendek --idealnya waktu kejadiannya mendekati nol detik-- maka pada penerima akan diterima urutan sinyal impulse yang berjumlah tidak berhingga. Sekuensial sinyal inilah yang disebut dengan ‘response impulse’. Pada masa lalu, sebagai sinyal pemicu impulse digunakan letusan balon atau ledakan pistol kosong, tetapi pada saat ini dengan perkembangan teknologi ‘digital signal processing’, maka digunakanlah suatu sinyal digital yang disebut dengan sinyal ‘maximum length sequence, MLS’. Dengan memanfaatkan teknologi ‘digital signal processing’ tersebut, sinyal impulse yang diterima di kedua telinga pendengar dapat diukur dan hasil proses ini disebut dengan ‘binaural impulse response’. Dari ‘binaural impulse response’ inilah, parameter IACC dapat ditentukan. Tentang fenomena alami dan arti dari IACC ini dan juga hubungannya dengan masalah ‘spatialisasi’ atau ‘kesan ruang’ pada medan suara, akan penulis jelaskan dikesempatan lain. Sebelumnya perlu juga untuk dinyatakan bahwa ‘implementasi’ konsep IACC ini juga ikut menentukan pengembangan konsep ‘home theatre’ yang saat ini sudah ada.

Gambar 2. Terjadinya suara langsung (L), pantulan awal (P) dan dengung (D) di dalam suatu ruangan

Implementasi konsep ‘impulse response’ dalam perancangan akustik

Dengan memahami, konsep-konsep dasar akustik maka perancangan kondisi akustik untuk setiap ruangan ataupun ‘venue’ dapat dilakukan. Disini akan diberikan bagaimana perancangan akustik dan ‘acoustic treatment’ dari Gereja Sidang Jemaat Allah Bethlehem Bogor yang berlokasi di Jalan Suryakencana, Bogor. Dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer EASE -- bisa juga dengan memanfaatkan perangkat lunak akustik lainnya seperti CATT Acoustics ataupun ODEON-- sinyal impulse dari mimbar maupun dari audience dapat digambarkan seperi ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Sinyal impulse yang dibangkitkan dari posisi mimbar GSJA Bethlehem Bogor (diperoleh dari laporan AcETS, perancang akustik GSJA).

Gambar 4. Sinyal impulse yang dibangkitkan dari posisi jemaat/audience GSJA Bethlehem Bogor (diperoleh dari laporan AcETS, perancang akustik GSJA).

Dengan bantuan perangkat lunak akustik tersebut, posisi sumber suara perlu ditetapkan dan demikian juga semua karakteristik akustik dari sumber suara tersebut mesti diperhitungkan, misalnya ‘directivity’ dari speaker, ‘frequency response’ nya, karakteristik daya dan sebagainya. Disamping itu, karakteristik akustik ruangan seperti posisi dan karakteristik permukaan-permukaan yang berfungsi untuk menyerap suara, karakteristik spesifik dan posisi ‘Schroeder Diffusor’, reflektor suara dan juga karakteristik akustik ‘audience’ juga mesti diperhitungkan. Selanjutnya, pada semua posisi ‘audience’ dapat diperoleh besaran parameter akustiknya dari hasil perhitungan analisis ‘impulse response’nya. Segala hal yang berhubungan dengan masalah ‘cacat akustik’ baik itu cacat akustik temporal maupun spektral dapat diidentifikasi dan ditanggulangi sejak awal pada tahap perencanaan ini. Perlu juga ditegaskan disini, ‘Schroeder Diffusor’ yang dipasang di GSJA ini, dirancang sepenuhnya oleh perencana, mengingat karakteristik akustik ‘Schroeder Diffusor’ tersebut bersifat unik untuk keperluan yang bersifat ‘customize’. Ini berarti, suatu jenis ‘Schroeder Diffusor’ tertentu hanya berfungsi dengan tepat jika dipasang pada posisi dan ruang yang tertentu pula, sesuai dengan hasil perancangan akustik yang berdasar kepada konsep ‘impulse response’ tersebut.

Setelah pelaksanaan ‘acoustics treatment’ dikerjakan oleh kontraktor, pengukuran karakteristik akustik ruangan dilakukan dengan mengukur ‘impluse response’nya pada posisi-posisi audience dan juga posisi yang dianggap penting lainnya. ‘Acoustics mapping’ yang diperoleh dari pengukuran ini kemudian digunakan untuk mem’verifikasi’ data ‘Acoustics mapping’ yang di’propose’ pada tahap perancangan dengan batuan perangkat lunak EASE tersebut. Semua hasil proses perancangan dan juga pengukuran ini kemudian dituangkan kedalam dokumen laporan, yang merupakan dokumen penting bagi ‘klien’ atau ‘owner’ untuk keperluan ‘acoustics performance maintenance’ dimasa mendatang.


3 komentar:

Anonim mengatakan...

Blog yang bagus, karena berisi tentang pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Keep in progress... Pls.

Salam,

Yoichi

Jati mengatakan...

Sebagai pencinta dan penikmat musik, saya juga sangat tertarik dengan pengetahuan tentang akustik. Tanpa penataan akustik yang tepat dari suatu ruangan, suara dari alat musik akan berkurang kualitasnya ketika sampai di telinga kita. Blog Pak Komang ini memberikan masukan yang berharga tentang akustik. Mudah-mudahan bisa terus dikembangkan materinya. Bagus pula bila dilengkapi kajian sederhana dan praktis mengenai penataan akustik untuk rumah tinggal sehari-hari atau studio mini bagi para musisi rumahan.

Bila Pak Komang tertarik dengan alat musik antik (piano), silakan mampir ke salah satu blog saya di http://pianoantik.blogspot.com/search/label/*Dijual

salam

Jati

Komang Merthayasa mengatakan...

Terima kasih banyak .. Pak Jati, atas komentar dan share nya..
Rencananya memang demikian Pak Jati, mudah2an saja saya bisa terus melengkapi blog ini dengan tulisan2 tentang akustik, yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja..
Blog Pak Jati bagus sekali..
Keep in touch .. ya Pak :-)
Salam,

Komang