Jumat, 08 Agustus 2008

Tekankan Pentingnya Jaga Budaya Bali


Tekankan Pentingnya Jaga Budaya Bali


Denpasar (Bali Post)

Para seniman Bali sepertinya mampu meneteskan setitik air untuk melepaskan dahaga para warga Bali di daerah perantauan, Sulawasi Tenggara, yang haus pagelaran seni. Serangkaian acara Utsawa Dharma Gita (UDG) X yang digelar di Kendari, 4-9 Agustus, sekitar 60 orang seniman Bali menghibur warga dengan sejumlah garapan seni.

Pada saat pembukaan UDG oleh Menteri Agama, pragina Bali menampilkan tarian Sekar Jagat dan dramatari Legong Calonarang. Pada hari kedua, para seniman Bali menampilkan kesenian Prembon berjudul 'Ki Lobar' dan sejumlah tarian lepas seperti tari Nelayan dan Baris Tunggal.

Seniman Nyoman Budi Artha yang terlibat dalam kegiatan seni itu, Kamis (7/8) kemarin mengatakan, pentas seni para seniman Bali mendapat apresiasi yang baik dari para warga Bali di Kendari. 'Warga Bali di sana sepertinya haus akan seni miliknya, sehingga mereka berduyun-duyun menyaksikan pergelaran yang ditampilkan delegasi UDG dari Bali. Mereka sangat antusias menonton hingga pertunjukan usai. Lapangan monumen tempat digelar hiburan, dipadati penonton,' ujar Budi Artha yang pegawai Dinas Kebudayaan Bali.

Prembon 'Ki Lobar' tersebut diperkuat sejumlah seniman seperti Putu Anom Ranuara, Putu Yik, AA Serama Semadi, Diana Yoga, Raspita dan Nyoman Budi Artha. Berdurasi sekitar dua jam, prembon yang sarat pesan itu mendapat sambutan yang hangat dari warga Bali di sana. Terlebih dramatari itu menekankan pentingnya ajeg Bali -- agama, adat-istiadat dan budaya Bali.

Prembon itu menceritakan tentang pemerintahan di Bali pascazaman Bali Kuno. Saat itu sempat terjadi kevakuman pemerintahan di Bali karena tidak memiliki raja. Guna mengisi kekosongan kepemimpinan, Bali mohon seorang pemimpin dari Majapahit. Diutuslah Raja Sri Aji Ketut Kresna Kepakisan. Namun, pada awal kepemimpinannya, sang raja sempat kurang mendapat simpati, sehingga lama-lama tidak betah dan ingin pulang ke tanah Jawa -- Majapahit. Namun keinginan itu tidak disetujui oleh Gajah Mada.

Guna melangsungkan pemerintahannya di Bali Dwipa, sang raja diberi pusaka bernama 'Ki Lobar'. Pusaka itu mesti ditancapkan di tanah. Pesan lainnya, agar tetap langgeng memimpin di Bali, sang raja mesti melestarikan adat-istiadat, budaya Bali dan agama Hindu Bali. Sang raja pun merespons semua pesan itu. Upacara agama pun digelar di Pura Besakih. Akhirnya, sang raja mendapat simpati karena memahami betapa pentingnya pelestarian budaya, adat-istiadat.

Dikaitkan dengan konteks pemimpin dan kepemimpinan Bali sekarang dan yang akan datang, kata Budi Artha, ada pesan penting yang sejatinya terkandung dalam cerita prembon tersebut. Siapa pun yang memimpin Bali, mesti memiliki pemahaman tentang budaya Bali, berikut memeliharanya dengan baik. (lun)

Tidak ada komentar: